Selasa, 07 April 2009

DUNIA saat ini dilanda krisis ekonomi yang menggoyahkan berbagai sendi kehidupan. Banyak orang berpikir keras untuk bisa bertahan dan melewati terjangan badai yang telah membuat banyak pemerintah di berbagai belahan dunia kalang kabut menstabilkan perekonomian mereka.

Namun satu hal yang jarang pernah terpikirkan adalah bahwa sebenarnya yang lebih berbahaya daripada krisis ekonomi adalah krisis kehidupan.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sungguh luar biasa, kita, manusia, sebenarnya ditakdirkan untuk sukses.
Keluarbiasaan manusia dijelaskan dalam kitab suci yang mengatakan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan segambar dan serupa dengan Sang Pencipta.
Dan yang lebih luar biasa lagi adalah manusia mendapat hembusan napas kehidupan langsung dari Sang Pencipta.
Sebelum menjadi manusia, saat masih dalam bentuk sperma, Tuhan telah memberikan hanya satu goal kepada calon manusia ini, yaitu sukses. Tuhan telah memberikan satu target yang menjadi misi para sperma ini yaitu mencari, menemukan, dan membuahi sel telur.
Dari sekian ratus juta sperma akhirnya hanya satu yang berhasil menembus masuk ke dalam sel telur dan akhirnya terciptalah seorang manusia.
Potensi luar biasa yang ada di dalam diri manusia ternyata tidak bisa berkembang optimal. Hal ini tampak dalam kehidupan orang dewasa.
Statistik membuktikan bahwa ada jauh lebih banyak orang gagal daripada orang sukses. Lalu, apakah Tuhan benar-benar adil? Kalau benar-benar adil, mengapa hanya segelintir orang saja yang bisa berhasil? Di manakah letak keadilan Tuhan?
Tuhan sebenarnya sangatlah adil. Tuhan telah memberikan perangkat yang sangat luar biasa yaitu otak dan pikiran. Otak adalah perangkat keras sedangkan pikiran adalah perangkat lunak.
Setiap manusia saat lahir telah dianugerahi 1 triliun sel otak. Potensi otak yang luar biasa ini harus dikembangkan untuk bisa membawa manusia mencapai kehidupan dan keberhasilan yang mereka inginkan.
Dalam hal ini semua manusia mempunyai titik start yang sama. Namun tidak demikian dengan pikiran.
Pikiran, yang mewakili perangkat lunak, sepenuhnya bergantung pada diri kita masing-masing. Ibarat komputer, saat lahir, kita hanya mendapatkan perangkat keras. Tugas orangtua dan lingkungan untuk secara perlahan-lahan mengisi hard disk kita dengan sistem operasi dan berbagai program pikiran yang konstruktif dan mendukung keberhasilan.
Ketidakberhasilan manusia menjalani kehidupan yang diinginkan, kehidupan yang bermakna, diawali dari cara berpikir yang salah.
Pada umumnya orang hanya pasrah pada nasib. Padahal nasib ditentukan oleh manusia sendiri melalui cara berpikir, ucapan, dan tindakan.
Untuk berubah dari "kebelumberhasilan" menuju "keberhasilan" kita perlu mengetahui dan memahami bahwa di semesta alam ini terdapat 4 Kebenaran Abadi Untuk Meraih Sukses di segala bidang.
Kebenaran pertama: Setiap manusia ingin sukses dan hidup bahagia. Kebenaran kedua: Untuk sukses dan hidup bahagia ada caranya.
Kebenaran ketiga: Bila caranya diketahui maka kita bisa sukses dan hidup bahagia. Kebenaran keempat: Caranya adalah dengan menerapkan prinsip sukses yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Empat Kebenaran Abadi Untuk Meraih Sukses ini juga berlaku untuk "sukses untuk tidak sukses".
Sukses atau gagal dalam bidang apapun ternyata mempunyai pola yang baku. Bila kita mengikuti dan menjalankan pola sukses, baik dengan sadar maupun tidak sadar, maka kita akan sukses. Demikian pula sebaliknya dengan kegagalan.
Sesuai dengan Kebenaran Keempat di atas maka prinsip sukses yang mendasari semua sukses manusia secara sederhana dapat dirumuskan menjadi Human Factor x God Factor = Success.
Dari rumus ini tampak bahwa untuk sukses, selain kita perlu melakukan ikhtiar maka kita juga harus mendapat ridho dari Tuhan.
Bila kita tidak mendapat ridho, dalam hal ini God Factor = o, maka sekeras apapun upaya yang kita lakukan tidak mungkin bisa berhasil.
Human Factor terdiri dari dua komponen yaitu BE dan Do. DO terdiri atas tiga hal yaitu Activity (kegiatan), Skill (keterampilan/kecakapan), dan Knowledge (pengetahuan). BE terdiri atas lima komponen yaitu Impian, Yakin, Syukur, Pasrah, dan Doa.
Untuk berhasil, pada aspek manusia, komponen pertama, Impian, merupakan peta kehidupan yang akan kita jalani. Kita perlu menetapkan hal-hal yang ingin kita capai karena sukses bukanlah suatu tujuan akhir.
Sukses adalah perjalanan diri berdasar peta sukses yang kita rencanakan sendiri dengan penuh kesadaran. Kita perlu melakukan perencanaan jangka pendek, menengah, dan panjang.
Impian ini meliputi delapan aspek kehidupan yaitu spiritual, finansial, karir, mental/emosi, materi, liburan, sosial, dan keluarga.
Khusus untuk aspek karir kita perlu menentukan bidang pekerjaan atau usaha yang akan kita jalani.
Kesalahan yang umum dilakukan orang adalah mereka tidak secara sadar menetapkan bidang yang akan mereka geluti dan akhirnya merasa berat melakukan pekerjaan mereka.
Cara yang lebih baik adalah dengan melakukan bidang pekerjaan yang sungguh-sungguh disukai, sejalan dengan passion.
Setelah menetapkan Impian maka kita perlu memeriksa level keyakinan kita. Apakah kita benar-benar yakin bahwa kita mampu berhasil?
Caranya adalah dengan memeriksa perasaan. Saat perasaan nyaman atau feel good maka ini pertanda kita, pada level pikiran bawah sadar, telah benar-benar yakin.
Banyak orang yang telah menetapkan impian yang sangat besar namun mereka, sekeras apapun upaya mereka, tetap belum bisa berhasil. Hal ini disebabkan, tanpa mereka sadari, mereka terperangkap di dalam penjara mental.
Perubahan diri yang bersifat dahsyat atau quantum hanya terjadi bila kita bisa keluar dari penjara mental ini.
Cara untuk keluar adalah pertama dengan menyadari, mengakui, dan menerima bahwa kita berada di dalam penjara. Selanjutnya dipikirkan cara untuk keluar.
Penjara mental adalah berbagai kepercayaan (belief) atau program pikiran yang menghambat seseorang mencapai tujuan.
Contohnya antara lain, "Hidup adalah penderitaan", "Uang adalah akar segala kejahatan", "Orang kaya adalah orang jahat dan masuk neraka", "Sukses hanya untuk orang tertentu".
Belief negatif ini biasanya ter-instal ke dalam pikiran anak saat masih berusia antara 3 sampai 10 tahun.
Belief ini selanjutnya akan menentukan cara berpikir, ucapan, tindakan, dan nasib seseorang. Untuk mengubah belief, cara yang paling cepat adalah dengan masuk ke pikiran bawah sadar seseorang dan mencari serta menemukan belief yang menghambat dan menggantinya dengan belief positif. Tentu, untuk bisa melakukan hal ini dibutuhkan keterampilan khusus.
Komponen ketiga yaitu syukur juga sangat penting. Syukur adalah ungkapan terima kasih kita kepada Tuhan atas apapun yang kita alami dalam hidup. Berdasar penelitian David Hawkins diketahui bahwa energi syukur sangatlah besar.
Selanjutnya pasrah. Orang seringkali menyamakan "putus asa" dan "pasrah". Hal ini tampak dalam kalimat, "Ya sudah, kalau memang sudah dicoba tapi nggak berhasil, saya pasrah sama Tuhan".
Kalimat ini bila dibaca sekilas kesannya sangat spiritual. Namun bila ditelaah secara lebih mendalam maka yang diungkapkan sebenarnya bukanlah "pasrah" tapi "putus asa". Kita bisa mengetahui hal ini dengan merasakan emosi di balik suatu pernyataan.
Pasrah juga berarti kita tidak melekat pada tujuan yang ingin dicapai. Benar, kita bekerja keras untuk mencapai tujuan tertentu. Namun dengan menerapkan "pasrah" maka apapun hasil yang dicapai kita tetap bersyukur kepada Tuhan. Jika berhasil, Subhanaallah. Kalau belum berhasil, puji Tuhan. Inilah bentuk kepasrahan yang benar.
Komponen terakhir dari BE adalah doa. Doa diletakkan paling akhir karena paling penting dari semuanya.
Doa ini merupakan kunci keberhasilan utama. Saat kita berdoa, yang sangat penting adalah kita perlu masuk ke kondisi khusyuk. Setelah itu barulah kita berdoa.
Saat berdoa, kita perlu merasakan baik itu di hati, pikiran, dan tubuh fisik kita, kesatuan dan harmoni yang indah saat berkomunikasi dengan Sang Pencipta.(fir)