Senin, 15 Juni 2009

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama samawi, di dalamnya terdapat prinsip-prinsip ajaran yang sangat luhur sebagai landasan berpikir dan bekerja untuk mencapai hidup sejahtera dunia dan akhirat. Kesejahteraan hidup di dunia dapat diraih melalui berbagai cara, diantaranya adalah kerja keras membanting tulang mencari rizki.
Prinsip-prinsip ajaran islam yang berakar dari syahadah atau kalimah tauhid akan mengantarkan pemeluknya senantiasa berpikir positif dan bekerja keras sebagai media untuk mendapatkan rizki seperti yang diharapkan.oleh karena itu memahami ajaran Islam secara komprehensip merupakan langkah awal.
Pada dasarnya prinsip-prinsip ajaran islam bertolak dari rukun islam sebagai konsep dasar sistem kehidupan sosial masyarakat.Iman dan tauhid akan memberikan kontribusi pemikiran sekaligus landasan aksi dan solusi terhadap permasalahan yang berkembang ditengah masyarakat. Menggalakkan ekonomi kerakyatan melalui sektor pertanian intensif sebagai salah satu upaya unt`uk membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah angka pengangguran. Jika ada kelompok masyarakat yang mempunyai inisiatif dalam melakukan tindaklan di atas, ia layak disebuit sebagai pahlawan. Hanya saja, bagaimana caranya untuk meningkatkan sistem pertanian subsisten menjadi surplus. Disinilah peran pemerintah sebagai agent of development.
Wahyu yang diturunkan kepada nabi muhammad sudah berakhir, dan allah tidak akan lagi menurunkan wahyu seperti yang pernah diturunkan kepada ibrahim, ishaq, ya`qub, musa, isa, dan muhamad.
Sedangkan pembaruan tergantung kepada ijtihad sebagai salah satu sumber jurisprudensi islam. Kita semua tahu sumber otoritas ijtihad ini dari hadits yang begitu popular, ketika rasul mengutus mu`adz bin jabal ke yaman. Maka dalil di atas menunjukkan bahwa ijtihad merupakan dasar dari sumber hukum dalam islam.
Merujuk pada latar belakang tersebut, akhirnya menyusun sebuah makalah dengan judul Ijtihad dan assunnah
B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah yang kami buat antara lain:
1. Apa pengertian Ijtihad dan assunnah ?
2. Macam-macam ijtihad dan assunah ?
3. Fungsi assunah ?
4. Dalil assunah
5. Hukum, tingkatan dan metode ijtihad ?
6. Syarat mujtihad ?
C. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain yaitu :
1. Mengetahui pengertian Ijtihad dan assunnah
2 .Mengetahui macam-macam ijtihad dan assunah
3. Mengetahui fungsi ijtihad

BAB II
PEMBAHASAN

ASSUNAH dan IJTIHAD
A. AS SUNNAH
1. Pengertian dan Ruang Lingkup
Hadits sering disebut juga As-Sunnah dan juga sebaliknya. Meski secara istilahi makna hadits dan assunah adalah sama, namun ulama berbeda pendapat tentang ruang lingkup hadits dan assunah. Pendapat as suyuti, syaf’i, madzahibul arba’ah serta beberapa ulama lainnya, seperti yang dikutip albani dalam kitab muqoddimah ulumul hadits, bahwa hadits itu hakikatnya sama dengan assunah, dalam semua arti. Terjadinya perbedaan istilah, itu hanya menunjukan sifat cakupannya, hadits itu tafshil (rincian) sedang sunnah adalah mujmalnya (gabungan).
Sedang ulama lain berpendapat, bahwa perbedaan alhadits dan assunah hanya pada karakternya semata, dimana bahwa hadits lebih luas dari Assunnah. Hadits itu bisa shohih, do’if atau mad’u, dan memungkinkan untuk tertolak sedang Assunah adalah hadits yang istidlal (dijadikan rujukan dalil) oleh ulama menjadi ketetapan atau hukum. Demikian dikatakan alauza’i, ibnu sirrin, dan albani sendiri. Tapi mereka sepakat, di antara keduanya terdapat jalinan yang erat.
Terhadap makna yang dimaksud dengan sabda Nabi saw. “Aku tinggalkan di antara kalian dua perkara, yang kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya: Kitab Allah dan sunnah RasulNya.” Ulama sepakat, yang dimaskud assunah disini adalah alhadits.
Yang dimaksud As-Sunnah di sini adalah Sunnah Nabi, yaitu segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya (terhadap perkataan atau perbuatan para sahabatnya) yang ditujukan sebagai syari’at bagi umat ini. Termasuk didalamnya apa saja yang hukumnya wajib dan sunnah sebagaimana yang menjadi pengertian umum menurut ahli hadits. Juga ‘segala apa yang dianjurkan yang tidak sampai pada derajat wajib’ yang menjadi istilah ahli fikih (Lihat Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fil Aqaid wa al Ahkam karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal. 11).
Menurut etimologi (bahasa) Arab, kata As-Sunnah diambil dari kata-kata: "sanna-yasinnu-wayasunnu-sannaa fahuwa masnuunu wajam'uhu sunanu. wasanna al-amro aiy bayyanah"
[a]. Artinya: Menerangkan. "wa sunnatu : ash-shiiratu wa thobiia'tu wa thoriiqotu"
[b]. Sunnah artinya: Sirah, tabiat, jalan. "wa sunnatu min Allahi : hukmuhu wa amruhu wa nahyuhu"
[c]. Sunnah dari Allah artinya: Hukum, perintah dan larangan-Nya."
Menurut bahasa, kata As-Sunnah berarti jalan, atau tuntunan baik yang terpuji maupun yang tercela, sesuai dengan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Artinya : Barangsiapa yang memberi teladan (contoh) perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut serta pahala orang yang mengikutinya (sampai hari Kiamat) tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Barangsiapa yang memberikan contoh kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa perbuatan tersebut serta dosa orang-orang yang mengikutinya (sampai hari Kiamat) tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun".
2. Contoh-contoh dari definisi Sunnah yang
a. Hadits qauli (Sunnah dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang ada hubungannya dengan tasyri, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam: Di antara kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya.
b. Hadits fi'li (Sunnah yang berupa perbuatan) ialah segala perbuatan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang diberitakan oleh para Shahabatnya tentang wudhu, shalat, haji, dan selainnya.
Contoh:Dari Utsman bin Affan bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam (apabila berwudhu), beliau menyela-nyela jenggotnya.
c. Hadits taqriri ialah segala perbuatan Shahabat yang diketahui oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan beliau membiarkannya (sebagai tanda setuju) dan tidak mengingkarinya.
Contoh:
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Bilal setelah selesai shalat Shubuh, Wahai Bilal, kabarkanlah kepadaku sebaik-baik amalan yang telah engkau kerjakan dalam Islam, karena aku telah mendengar suara terompahmu di dekatku di Surga? Ia menjawab, ˜Sebaik-baik amal yang aku kerjakan ialah, bahwa setiap kali aku berwudhu, siang atau malam mesti dengan wudhu itu aku shalat (sunnah) beberapa rakaâ'at yang dapat aku laksanakan?
Atau kisah dua Shahabat yang melakukan safar, keduanya tidak menemukan air (untuk wudhu) sedangkan waktu shalat sudah tiba, lalu keduanya bertayamum dan mengerjakan shalat, kemudian setelah selesai shalat mereka menemukan air sedang waktu shalat masih ada, maka salah seorang dari keduanya mengulangi wudhu dan shalat, kemudian keduanya mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian itu. Lalu beliau bersabda kepada Shahabat yang tidak mengulangi shalatnya, Engkau telah berbuat sesuai dengan Sunnah. Dan kepada yang lain (Shahabat yang mengulangi shalatnya), beliau bersabda, Engkau mendapatkan dua ganjaran.
3. Fungsi dan Peran.
Hubungan As-Sunnah dan Al-Qur’an
Dalam hubungan dengan al-Qur’an , maka as-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, penjelas atas ayat-ayat tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi as-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu adalah sebagai berikut:
a. Bayan Tafsiri, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum mujmal dan musytarak. Seperti hadits: “Shallukama ra’aitumuni ushalli” (shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran dari ayat Al-Qur’an yang umum, yaitu: “Aqimush-shalah” (kerjakan shalat). Demikian pula dengan hadits: “khudzu ‘annimanasikakum” (ambilah dariku perbuatan hajiku) adalah tafsiran ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” (dan sempurnakan hajimu).
Termasuk bayan tafisiri adalah:
- ayat-ayat Al Quran yang tersebut secara mujmal, diperincikan oleh Hadits, contoh Hukum-hukum di dalam Al Quran yang disebut secara umum dengan tidak menyebutkan kaifiat, sebab-sebab, syarat-syarat dan lainnya semuanya diperjelaskan oleh hadits, eperti dalil halal haram dalam makanan, dalam masalah ibadah sholat dll.
- Ayat-ayat yang mutlaq kemudian dimuqayyadkan oleh hadits sesuai dengan tempat dan keadaan yang menghendakinya. Seperti ayat tentang muamalah, munakahat, siyasiyah, dll-
- Ayat-ayat yang musykil diterangkan oleh hadits, contoh ayat-ayat yang terkait dengan masalah aqidah, ayat yang memiliki makna khusus, dll.
b. Bayan Taqriri, yaitu as-Sunnah yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an, seperti hadits yang berbunyi: “Shaumul liru’yatihi wafthiruliru’yatihi” (berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya) adalah memperkokoh ayat al-Qur’an dalamsurat al-Baqarah:185.
Termasuk bayan taqirir adalah hadits yang menyatakan hukum-hukum, saluran dan saranan bagi sesuatu perkara sesuai dengan masa atau situasi dan kondisi bagi berlakunya perkara-perkara itu berlandaskan prinsip dan objektif Al Quran. Dan Hadits-hadits menarik kaedah prinsipal daripada keterangan-keterangan Al Quran yang boleh dijadikan sebagai panduan untuk mengqiaskan persoalan-persoalan yang baru timbul.
c. Bayan Taudhihi, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qu r’an, seperti pernyataan Nabi: “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati” adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat Al-Qur’an dalam surat at-Taubah:34 yang berbunyi sebagai berikut: “Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak yang kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan azab yang sangat pedih”. Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.
Termasuk dalam bayan taudhihi, adalah Hadits-hadits menceritakan sebab-sebab, hikmat dan maslahat-maslahat di sebalik ketentuan hukum dalam Al Quran yang boleh dijadikan kaedah dan prinsip dalam menentukan hukum-hukum yang tidak tersebut di dalamnya.. Nabi s.a.w. mengambil hikmat ilahi daripada bimbingan, panduan dan misi Al Quran, kemudian menjelaskannya kedalam kehidupan amali manusia.
d. As-Sunnah sebagi pembuat hukum.
Sunnah menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh alquran. Misalnya alquran menyebutkan 4 macam makanan yang haram dalam firma-Nya:

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
Kemudian As-Sunnah datang dengan ketetapan baru menambah jumlah barang yang haram dimakan sebagi berikut :
“dari ibnu abbas, ia berkata: Rasulullah melarang (memekan) setiap binatang buas yang bertaring dan burung yang berkaki penyambar”.(hadits riwayat Muslim dari ibnu Abbas)
4. Dalil-dalil yang Menunjukkan Terpeliharanya As-Sunnah:
Pertama
Firman Allah:

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr:9)
Adz-Dzikr dalam ayat ini mencakup Al-Qur’an dan –bila diteliti dengan cermat- mencakup pula As-Sunnah.
Sangat jelas dan tidak diragukan lagi bahwa seluruh sabda Rasulullah yang berkaitan dengan agama adalah wahyu dari Allah sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

“Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (Q.S. An-Najm:3)
Tidak ada perselisihan sedikit pun di kalangan para ahli bahasa atau ahli syariat bahwa setiap wahyu yang diturunkan oleh Allah merupakan Adz-Dzikr. Dengan demikian, sudah pasti bahwa yang namanya wahyu seluruhnya berada dalam penjagaan Allah; dan termasuk di dalamnya As-Sunnah.
Segala apa yang telah dijamin oleh Allah untuk dijaga, tidak akan punah dan tidak akan terjadi penyelewengan sedikitpun. Bila ada sedikit saja penyelewengan, niscaya akan dijelaskan kebatilan penyelewengan tersebut sebagai konsekuensi dari penjagaan Allah. Karena seandainya penyelewengan itu terjadi sementara tidak ada penjelasan akan kebatilannya, hal itu menunjukkan ketidak akuratan firman Allah yang telah menyebutkan jaminan penjagaan. Tentu saja yang seperti ini tidak akan terbetik sedikitpun pada benak seorang muslim yang berakal sehat.
Jadi, kesimpulannya adalah bahwa agama yang dibawa oleh Muhammad ini pasti terjaga. Allah sendirilah yang bertanggung jawab menjaganya; dan itu akan terus berlangsung hingga akhir kehidupan dunia ini ( Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi al Aqaid wa Al Ahkam, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal. 16-17)
Kedua:
Allah menjadikan Muhammad sebagai penutup para nabi dan rasul, serta menjadikan syari’at yang dibawanya sebagai syari’at penutup. Allah memerintahkan kepada seluruh manusia untuk beriman dan mengikuti syari’at yang dibawa oleh Muhammad sampai Hari Kiamat, yang hal ini secara otomatis menghapus seluruh syari’at selainnya. Dan adanya perintah Allah untuk menyampaikannya kepada seluruh manusia, menjadikan syariat agama Muhammad tetap abadi dan terjaga. Adalah suatu kemustahilan, Allah membebani hamba-hamba-Nya untuk mengikuti sebuah syari’at yang bisa punah. Sudah kita maklumi bahwa dua sumber utama syari’at Islam adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah. Maka bila Al-Qur’an telah dijamin keabadiannya, tentu As-Sunnah pun demikian ( Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi al Aqaid wa Al Ahkam, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal. 19-20)
Ketiga:
Seorang yang memperhatikan perjalanan umat Islam, niscaya ia akan menemukan bukti adanya penjagaan As-Sunnah. Diantaranya sebagai berikut (Al Madkhal li Ad Dirasah Al Aqidah Al Islamiyah, hal. 25):
(a) Perintah Nabi kepada para sahabatnya agar menjalankan As-Sunnah.
(b) Semangat para sahabat dalam menyampaikan As-Sunnah.
(c) Semangat para ulama di setiap zaman dalam mengumpulkan As-Sunnah dan menelitinya sebelum mereka menerimanya.
(d) Penelitian para ulama terhadap para periwayat As-Sunnah.
(e) Dibukukannya Ilmu Al Jarh wa At Ta’dil.( Ilmu yang membahas penilaian para ahli hadits terhadap para periwayat hadits, baik berkaitan dengan pujian maupun celaan, Pen.)
(f) Dikumpulkannya hadits–hadits yang cacat, lalu dibahas sebab-sebab cacatnya.
(g) Pembukuan hadits-hadits dan pemisahan antara yang diterima dan yang ditolak.
(h) Pembukuan biografi para periwayat hadits secara lengkap.
Wajib merujuk kepada As-Sunnah dan haram menyelisihinya
Pembaca yang budiman, sudah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin pada generasi awal, bahwa As-Sunnah merupakan sumber kedua dalam syari’at Islam di semua sisi kehidupan manusia, baik dalam perkara ghaib yang berupa aqidah dan keyakinan, maupun dalam urusan hukum, politik, pendidikan dan lainnya. Tidak boleh seorang pun melawan As-Sunnah dengan pendapat, ijtihad maupun qiyas. Imam Syafi’i rahimahullah di akhir kitabnya, Ar-Risalah berkata, “Tidak halal menggunakan qiyas tatkala ada hadits (shahih).” Kaidah Ushul menyatakan, “Apabila ada hadits (shahih) maka gugurlah pendapat”, dan juga kaidah “Tidak ada ijtihad apabila ada nash yang (shahih)”. Dan perkataan-perkataan di atas jelas bersandar kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
o Perintah Al-Qur`an agar berhukum dengan As-Sunnah
Di dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk berhukum dengan As-Sunnah, diantaranya:
1. Firman Allah :
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki maupun perempuan mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketetapan dalam urusan mereka, mereka memilih pilihan lain. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia telah nyata-nyata sesat.” (Q.S. Al Ahzab: 36)
2. Firman Allah :
“Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. 49:1)
3. Firman Allah :
“Katakanlah, ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya! Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Q.S. Ali Imran: 32)
4. Firman Allah :
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; janganlah kamu berbantah-bantahan, karena akan menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al Anfal: 46)
5. Firman Allah :
“Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang ia kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya dan mendapatkan siksa yang menghinakan.” (Q.S. An Nisa’: 13-14)
Hadits-hadits yang memerintahkan agar mengikuti Nabi dalam segala hal diantaranya:
1. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:
“Setiap umatku akan masuk Surga, kecuali orang yang engan,” Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulallah, siapakah orang yang enggan itu?’ Rasulullah menjawab, “Barangsiapa mentaatiku akan masuk Surga dan barangsiapa yang mendurhakaiku dialah yang enggan”. (HR.Bukhari dalam kitab al-I’tisham) (Hadits no. 6851).
2. Abu Rafi’ mengatakan bahwa Rasulullah bersabda :
“Sungguh, akan aku dapati salah seorang dari kalian bertelekan di atas sofanya, yang apabila sampai kepadanya hal-hal yang aku perintahkan atau aku larang dia berkata, ‘Saya tidak tahu. Apa yang ada dalam Al-Qur`an itulah yang akan kami ikuti”, (HR Imam Ahmad VI/8 , Abu Dawud (no. 4605), Tirmidzi (no. 2663), Ibnu Majah (no. 12), At-Thahawi IV/209).
3. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:
“Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Dan tidak akan terpisah keduanya sampai keduanya mendatangiku di haudh (Sebuah telaga di surga, Pen.).” (HR. Imam Malik secara mursal (Tidak menyebutkan perawi sahabat dalam sanad) Al-Hakim secara musnad (Sanadnya bersambung dan sampai kepada Rasulullah ) – dan ia menshahihkannya-) Imam Malik dalam al-Muwaththa’ (no. 1594), dan Al-HakimAl Hakim dalam al-Mustadrak (I/172).
B. IJTIHAD
1. Pengertian dan Fungsi Ijtihad
Menurut pengertian kebahasaan kata Ijtihad berasl dari bahasa arab yang kata kerjanya “jahada” , yang atinya berusaha dengan sungguh-sungguh . menurut istilah dalam ilmu fiqih , ijtihad berarti mengerahkan tenaga dan pikiran dengan sungguh-sungguh untuk menyelidiki dan mengeluarkan (meng-istinbat-kan) hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-qur’an fdan hadits dengan syarat syarat tertentu . muslim yang melakukan ijtihad di sebut mujtahid . agar ijtihadnya dapat menjadi pegangan bagi umat , seorang mujtahid harus memenuhi beberapa persyaratan.
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadits. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadits, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Qur’an dan Al Hadits.
2. Hukum ijtihad
Seseorang yang telah mencapai tingkatan mujtahid dalam memecahkan masalah yang dihadapinya ia wajib berijtihad sendiri. Mujtahid dalam menghukumi dalil adzan dilarang bertaqliq kecuali karena sempitnya waktu, dia belum sempat berijtihad, maka syah baginya bertaqliq kepada mujtahid lain yang lebih terpercaya, baik mujtahid yang telah tiada maupun yang masih ada. Dalam hal kesanggupan menetapkan hukum ‘amaly. Mujtahid dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut : Wajib Ain, bagi seseorang mujtahid wajib berijtihad untuk orang lain, apabila tidak ada orang yang sanggup menetapkan hukum peristiwa yang berada pada orang lain itu dan dikhawatirkan kehabisan waktu mengamalkannya. Fardhu Kifayah, bagi seseorang yang ditanyai tentang suatu peristiwa serta tidak dikhawatirkan habisnya atau hilangnya peristiwa tersebut sedang selain dia ada mujtahid lain. Sunnah, yaitu ijtihad terhadap sesuatu peristiwa yang belum terjadi, baik dinyatakan atau tidak. Haram, apabila berijtihad terhadap permasalahan yang sudah ditetapkan secara qath’I dan hasil dari ijtihad tadi bertentangan dengan dalil qath’I tadi.
Ijtihad sesungguhnya merupakan pekerjaan yang sangat mulia disisi Allah, sehingga Allah memperhatikan secara khusus kepada mereka sebagaimana Firman Allah SWT, dalam S. An Nisa’: 105
“ Sesungguhnya Kami turunkan kitab kepadamu secara hak agar dapat menghukum diantara manusia dengan apa yang Allah mengetahui kepadamu”. Dan Firmannya lagi dalam Qur;an surat An Nisa’ : 59
“ Jika kamu berselisih dalam satu hal, maka hendaklah kembalikan persoalan itu kepada allah dan Rasul-Nya”.
Seorang Mujtahid berhak mendapat imbalan atas jerih payah dalam melakukan ijtihad, sekalipun ijtihadnya tidak tepat, ia akan diberi Tuhan suatu pahala. Akan tetapi, kalau ijtihadnya tepat dan benar ia akan mendapatkan pahala ganda. Satu pahala sebagai imbalan jerih payahnyadan satu pahala yang lain sebagai imbalan ketepatan hasil ijtihadnya. Sabda Raasulullah SAW. :“ apabila hakim itu berijtihad, lalu mengenai hasilnya ia memperoleh dua macam pahala, jika salah ia memperoleh satu pahala”. (HR Bukhari dan Muslim)
o Yang menjadi landasan diperbolehkannya ijtihad banyak sekali, baik melalui pernyataan yang jelas maupun berdasarkan isyarat, diantaranya yaitu :
3. Syarat mujtihad
Orang yang melakukan ijtihad dipersyaratkan beberapa hal, di antaranya:
1. Mengetahui dalil-dalil syar'i yang dibutuhkan dalam berijtihad seperti ayat-ayat, hukum dan hadits-haditsnya.
2. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan keshahihan hadits dan kedhaifannya, seperti mengetahui sanad dan para periwayat hadits dan lain-lain.
3. Mengetahui nasikh-mansukh dan perkara-perkara yang telah menjadi ijma' (kesepakatan ulama), sehingga dia tidak berhukum dengan apa yang telah mansukh (dihapus nya) atau menyelisihi ijma'.
4. Mengetahui dalil-dalil yang sifatnya takhsis, taqyid atau yang semisalnya, lalu bisa menyelaraskannya dengan ketentuan asal yang menjadi pokok permasalahan.
5. Mengetahui ilmu bahasa, ushul fikih, dalil-dalil yang mempunyai hubungan umum-khusus, mutlak-muqayyad, mujmal-mubayyan, dan yang semisalnya sehingga akurat dalam menetapkan hukum.
6. Mempunyai kemampuan beristimbat (mengambil kesimpulan) hukum-hukum dari dalil-dalilnya.
Ijtihad terus berlaku sampai kapan pun dan keberadaannya termasuk dalam bagian ilmu atau pembahasan masalah ilmiah. Perlu dicatat bahwa seorang mujtahid harus berusaha mengerahkan kesungguhannya dalam mencari kebenaran untuk kemudian berhukum dengannya. Seseorang yang berijtihad kalau benar mendapatkan dua pahala; pahala karena dia telah berijtihad dan pahala atas kebenaran ijtihadnya, karena ketika dia benar ijtihadnya berarti telah memperlihatkan kebenaran itu dan memungkinkan orang mengamalkannya, dan kalau dia salah, maka dia mendapat satu pahala dan kesalahan ijtihadnya itu diampuni, karena sabda Nabi: Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan cara berijitihad dan temyata benar, maka dia mendapat dua pahala dan apabila dia ternyata salah, maka dia mendapat satu pahala.

4. Metode ijtihad
 Ijma'
Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Ketika Ali bin Abi Thalib mengemukakan kepada Rasulullah tentang kemungkinan adanya sesuatu masalah yang tidak dibicarakan oleh Al-Qur'an dan as-Sunnah, maka Rasulullah mengatakan : " Kumpulkan orang-orang yang berilmu kemudian jadikan persoalan itu sebagai bahan musyawarah ". Yang menjadi persoalan untuk saat sekarang ini adalah tentang kemungkinan dapat dicapai atau tidaknya ijma tersebut, karena ummat Islam sudah begitu besar dan berada diseluruh pelosok bumi termasuk para ulamanya.
 Qiyâs
Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalam sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.
Beberapa definisi qiyâs' (analogi)
a. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan diantara keduanya.
b. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan diantaranya.
c. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam Al-Qur'an atau Hadis dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab
Contohnya : Menurut Al-Qur'an surat al-Jum'ah 9; seseorang dilarang jual beli pada saat mendengar adzan Jum'at. Bagaimana hukumnya perbuatan-perbuatan lain ( selain jual beli ) yang dilakukan pada saat mendengar adzan Jum'at ? Dalam al-Qur'an maupun al-Hadits tidak dijelaskan. Maka hendaknya kita berijtihad dengan jalan analogi. Yaitu : kalau jual beli karena dapat mengganggu shalat Jum'at dilarang, maka demikian pula halnya perbuatan-perbuatan lain, yang dapat mengganggu shalat Jum'at, juga dilarang.
 Istihsân
Beberapa definisi Istihsân
a. Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang ''fâqih'' (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
b. Argumentasi dalam pikiran seorang ''fâqih'' tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya
c. Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
d. Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
e. Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya...

 Mushalat murshalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan. Mashalihul Mursalah = utility, yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari'at. Perbedaan antara istihsan dan mashalihul mursalah ialah : istihsan mempertimbangkan dasar kemaslahan ( kebaikan ) itu dengan disertai dalil Al-Qur'an / Al-Hadits yang umum, sedang mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis exsplisit dalam Al-Qur'an / al-Hadits.
 Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.
 Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.
 Urf
Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.

5. Kedudukan Ijtihad
Berbeda dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagi berikut :
a. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.
b. Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
c. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.
d. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an dan As-Sunnah.
e. Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.
6. Tingkatan Ijtihad.
Ijtihad terdiri dari bermacam-macam tingkatan, yaitu:

1. Ijtihad Muthlaq/Mustaqil, yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan sendiri norma-norma dan kaidah istinbath yang dipergunakan sebagai sistem/metode bagi seorang mujtahid dalam menggali hukum.
2. Ijtihad Muntasib, yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dengan mempergunakan norma-norma dan kaidah-kaidah istinbath imamnya (mujtahid muthlaq/Mustaqil). Jadi untuk menggali hukum dari sumbernya, mereka memakai sistem atau metode yang telah dirumuskan imamnya, tidak menciptakan sendiri. Mereka hanya berhak menafsirkan apa yang dimaksud dari norma-norma dan kaidah-kaidah tersebut. Contohnya, dari mazhab Syafi'i seperti Muzany dan Buwaithy.
3. Ijtihad mazhab atau fatwa yang pelakunya disebut mujtahid mazhab/fatwa, yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan madzhab tertentu. Pada prinsipnya mereka mengikuti norma-norma/kaidah-kaidah istinbath imamnya, demikian juga mengenai hukum furu'/fiqih yang telah dihasilkan imamnya.
4. Ijtihad di bidang tarjih, yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara mentarjih dari beberapa pendapat yang ada baik dalam satu lingkungan madzhab tertentu maupun dari berbagai mazhab yang ada dengan memilih mana diantara pendapat itu yang paling kuat dalilnya atau mana yang paling sesuai dengan kemaslahatan sesuai dengan tuntunan zaman.

BAB III
KESIMPULAN

Dari beberapa uraian di atas ingin saya ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Ijtihad merupakan sarana yang paling efektif untuk mendukung tetap tegak dan eksisnya hukum Islam serta menjadikannya sebagai tatanan hidup yang up to date yang sanggup menjawab tantangan zaman.
2. Ijtihad baru akan berfungsi dan berdayaguna sebagaimana disebutkan pada Butir pertama jika ijtihad dilakukan para ahlinya (mereka yang memenuhi persyaratan dan dilakukan pada tempatnya sesuai dengan ketentuan yang telah diakui kebenaran dan kesalahannya).
3. Ijtihad akan membawa kejayaan bagi Islam dan umatnya, apabila hal itu dilakukan oleh yang memenuhi persyaratan dan dilakukan di tempat-tempat yang diperbolehkan memainkan peranan ijtihad.
4. Ijtihad yang dilakukan oleh yang bukan ahlinya/yang tidak memenuhi persyaratan atau dilakukan tidak pada tempatnya justru akan membawa kehancuran Islam dan bencana serta malapetaka bagi umatnya. Na'udzu bi 'l-Lah.
5. Ijtihad dapat kita jadikan alat untuk menjawab perlu dan tidaknya reaktualisasi hukum Islam dan hal itu hanya memenuhi persyaratan ijtihad.
6. Tidak ada perbedaan antara hukum Allah dan hukum Rasul-Nya, sehingga tidak diperbolehkan kaum muslimin menyelisihi salah satu dari keduanya. Durhaka kepada Rasulullah berarti durhaka pula kepada Allah, dan hal itu merupakan kesesatan yang nyata.2. Larangan mendahului (lancang) terhadap hukum Rasulullah sebagaimana kerasnya larangan mendahului (lancang) terhadap hukum Allah.
7. Sikap berpaling dari mentaati Rasulullah merupakan kebiasaan orang-orang kafir.
8. Sikap rela/ridha terhadap perselisihan, -dengan tidak mau mengembalikan penyelesaiannya kepada As-Sunnah- merupakan salah satu sebab utama yang meruntuhkan semangat juang kaum muslimin, dan memusnahkan daya kekuatan mereka.
9. Taat kepada Nabi merupakan sebab yang memasukkan seseorang ke dalam Surga; sedangkan durhaka dan melanggar batasan-batasan (hukum) yang ditetapkan oleh Nabi merupakan sebab yang memasukkan seseorang kedalam Neraka dan memperoleh adzab yang menghinakan.
10. Sesungguhnya Al-Qur`an membutuhkan As-Sunnah (karena ia sebagai penjelas Al-Qur’an); bahkan As-Sunnah itu sama seperti Al-Qur`an dari sisi wajib ditaati dan diikuti. Barangsiapa tidak menjadikannya sebagai sumber hukum berarti telah menyimpang dari tuntunan Rasulullah.
11. Berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah akan menjaga kita dari penyelewengan dan kesesatan. Karena, hukum-hukum yang ada di dalamnya berlaku sampai hari kiamat. Maka tidak boleh membedakan keduanya.

PERTANYAAN !
1. Apa yang dimaksud dengan ijtihad dan assunah ?
2. Jelaskan fungsi assunah dan ijtihad ?
3. Sebutkan dan jelaskan macam-macam ijtihad ?
4. Sebutkan dan jelaskan hukum-hukum ijtihad ?
5. Sebutkan dan jelaskan syarat-syarat mujtihad ?
6. Bagaimana metode dalam ijtihad,jelaskan ?
7. Jelaskan kedudukan ijtihad dalam kehidupan Islam ?
8. Sebutkan dan jelaskan tingkatan ijtihad ?
9. Jelaskan kedudukan assunah dalam Islam ?
10. Jelaskan bagaimana hubungan antara assunah dan ijtihad ?




















DAFTAR PUSTAKA
-Buku Teks Pendidikan agama Islm Pada Perguruan Tinggi Umum.
-Effendi,Satria. Ushul Fiqh.2005
-Syariudin, Amin. Ushul fiqh.Jakarta.logos.1997
-Wahbah al Zuhaily. Ushul fiqh.
-Al-Hadits Hujjatun bi nafsihi fil Aqaid wa Al Ahkam, karya as-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cet. III/1400 H, Ad-Dar As-Salafiyah, Kuwait.
-Al-Madkhal li Ad Dirasah Al Aqidah Al Islamiyah ‘ala Madzhab Ahli As Sunnah, karya Dr. Ibrahim bin Muhammad Al-Buraikan, penerbit Dar As-Sunnah, cet. III.
-A. Hanafie, MA., Ushul Fiqh, Jakarta: Widjaya, 1993, cet. XII
- Dr. H. Rachmat Syafe’i, MA., Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 1999, cet. I.
-Ijtihad(http//id.wikipedia.org/wiki/ijtihad#lihat pula)
/w/indek.php?title.ijtihad.action=edit &saction=2
(http//media.isnet.org/islam.para madina/konteks/taqlidHI.html
-Effendi,Satria. Ushul Fiqh.2005
-Syariudin, Amin. Ushul fiqh.Jakarta.logos.1997
-Wahbah al Zuhaily. Ushul fiqh.
-Ijtihad(http//id.wikipedia.org/wiki/ijtihad#lihat pula)
/w/indek.php?title.ijtihad.action=edit &saction=2
-(http//media.isnet.org/islam.para madina/konteks/taqlidHI.html(http//media.isnet.org/islam.para madina/konteks/taqlidHI.htmlReferensi:
-Syariudin, Amin. Ushul fiqh.Jakarta.logos.1997
-Wahbah al Zuhaily. Ushul fiqh.
- A. Hanafie, MA., Ushul Fiqh, Jakarta: Widjaya, 1993, cet. XII
- Dr. H. Rachmat Syafe’i, MA., Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 1999, cet. I.
-Ijtihad(http//id.wikipedia.org/wiki/ijtihad#lihat pula)
/w/indek.php?title.ijtihad.action=edit &saction=2
-Al-Hadits Hujjatun bi nafsihi fil Aqaid wa Al Ahkam, karya as-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cet. III/1400 H, Ad-Dar As-Salafiyah, Kuwait.
-Al-Madkhal li Ad Dirasah Al Aqidah Al Islamiyah ‘ala Madzhab Ahli As Sunnah, karya Dr. Ibrahim bin Muhammad Al-Buraikan, penerbit Dar As-Sunnah, cet. III.

Senin, 08 Juni 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Alam semesta begitu dekat dengan kita. Kita tinggal dan hidup bergantung pada alam semesta. Di alam semesta banyak ditemukan tanda-tanda kebesaran Tuhan yang dapat kita pelajari. Begitu luasnya alam semesta sehingga tak seorangpun manusia yang mampu melihat secara lengkap isi alam semesta. Oleh karena itu, alam semesta dikatakan tak terbatas.
Banyak yang kita pelajari dari alam semesta, bahkan kita dianjurkan untuk mempelajari alam semesta ini seluas-luasnya. Sebagai manusia pastilah kita berpikir bagaimana alam semesta ini terjadi. Teori-teori yang muncul tentang asal muasal alam semesta, seperti teori Big Bang, teori Dua Bintang yang Bertabrakan, membuat alam semesta semakin menarik untuk dipelajari.
Banyak orang yang belum mengetahui hakekat alam semesta. Alam semesta sebenarnya tersusun secara hierarkis yaitu bertingkat-tingkat. Dengan tingkatan tertinggi adalah Allah dan tingkatan terendah adalah manusia. Namun, selama ini banyak orang yang beranggapan alam semesta terjadi tanpa tingkatan, orang tersebut mengira alam semesta terjadi secara tiba-tiba.
Sebagai manusia kita harus mengetahui untuk apa manusia diturunkan ke muka bumi. Seperti yang diterangkan dalam Al Quran, manusia memiliki tugas selain menyembah Allah juga sebagai khalifah di bumi ini. Sehingga manusia berhubungan dengan alam baik dalam hubungannya yang fungsional maupun hubunganny yang histories.

B. Rumusan Masalah
“ Bagaiman pandangan islam terhadap alam semesta?”
“ Apa kewajiban manusia terhadap alam?”
“Apa hubungan manusia dengan alam semesta?”
“Bagaimana alam semesta terjadi?”
C. Tujuan Penulisan
Makalah yang berjudul lam Semesta Menurut Pandangan Islam ini bertujuan :
1. Untuk menyikap ayat-ayat alam
2. Untuk mengetahui kewjiban kita diturunkan ke bumi
3. Agar kita selalu mengingat kebesaran Allah
4. Mengetahui asul-usul alam semesta
5. Hubungan manusia dengan alam semesta


D. Sistematika Penulisan
Makalah ini dibagi dalam tiga (3) bab di mna keseluruhan bab ini merupakan satu kesatuan. Sistematika pembahasan yang dimaksud agar pembaca lebih mudh dalam memahami secara keseluruhan mengenai isi dan berbagai permsalahan yang dibahas dalam Makalah ini, yang meliputi :
BAB I PENDAHULUAN : Pada bab ini penulis menguraikan tentang Latar Belakang perrmasalahan, Rumusan masalah yang akan diuraikan, Tujuan penulisan, Sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN : Di bagian ini penulis menguraikn mengenai Hakekat alam semesta, Tentang penciptaan alam semesta, Mekanisme alam, Hubungan historis manusia dengan alam, Hubungan fungsional manusia dengan alam, Manusia menurut agama Islam.
BAB III SOAL DAN PEMBAHASAN : Pada bab ini penulis memeberikan sebuah latihan soal beserta pembahasannya guna agar para pemabaca menjadi lebih tahu tentang isi makalah ini.
BAB IV PENUTUP : Pada bab ini penulis dapat menarik kesimpulan dari pembahasan-pembahasan sebelumnya serta penulis bermaksud menyampaikan saran-saran yang dapat penulis ajukan. Semoga saran-saran penulis dapat bermanfaat.


BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN


A. Hakekat Alam Semesta
Dalam konsep Islam, alam semesta adalah wujud atau exsistensi Tuhan dalam kehidupan ini, dan mencerminkan tanda-tanda kebesaran Tuhan, atau ayat-ayat-Nya. Alam semesta tidak bisa dilihat karena keterbatasan penglihatan manusia sekalipun menggunakan remote sensing.
Alam semesta tidak terbatas, yang terbatas adalah wujud-wujud keseluruhan sejenis dari bagian alam langit, bumi, samudra, dan gunung serta manusia. Oleh karena itu, wujud-wujud keseluruhan sejenis ini akan rusak, bersifat sementara, berubah bahkan mati. Alam semesta sebagai eksistensi Tuhan hanya bisa dipahami melalui kemampuan intelek dalam dimensi spiritualnya, yang dapat memahami tanda-tanda Tuhan atau ayat-ayat Tuhan yang terkandung atau tersembunyi dalam semua wujud keseluruhan sejenis, yaitu langit, bumi, air udara, bahkan yang tersirat dalam firman-firman-Nya yang tertulis dalam kitab-kitab suci.
Proses rangkaian penciptaan secara hierarkis lebih memungkinkan untuk diterima dibandingkan dengan makna penciptaan ‘seketika’, sebagaimana yang masih sering dipikirkan tentang Tuhan yang dengan serta merta menciptakan makhluk-Nya.
Al-Quran sendiri menegaskan bahwa Tuhan-lah yang Maha Tertinggi, seperti yang dijelaskan Alquran 87:1-2:
Artinya : “Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Teringgi. Yang menciptakan, lalu membuatnya sempurna”.
Sedangkan bentuk terendah adalah satuan alam kecil yang bersifat keduniaan, yaitu produk budaya yang sifatnya jangka pendek, berubah, sangat terbatas, bahkan sering kali menyesatkan, dan pada umumnya berkaitan dengan alam budaya besar dan alam budaya kecil. Alquran 57:20 mengatakan:
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan di dunia hanyalah permainan, kelalaian, perhiasan, dan berbangga-bangga antara kamu dan berlomba banyak harta dan anak, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan sang petani-petani. Kemudian menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur, dan diakhirat ada azab yang keras dan ada ampunan dari keridhaan Allah, dan tiadalah kehidupan dunia itu melainkan kesenangan yang menipu”.

B. Tentang Penciptaan Alam Semesta
Dalam konsep filsafat islam, sesungguhnya dalam kehidupan hanya ada dua pencipta. Pencipta pertama yang tak terbatas dan pencipta relatif, dan pencipta kedua yang terbatas.
Proses penciptaan pada hakekatnya hanya terjadi pada alam hierarkis 3 sampai ke 6, di mana pada alam hierarkis 3 diciptakan oleh Tuhan sendiri, sedangkan pada alam hierarkis 4 tercipta oleh proses mekanisme hukum alam besar, hierarkis 6 dan 7 ditentukan oleh kapasitas konseptual manusia. Proses-prose penciptaan tersebut, terikat oleh hokum-hukum penciptaan yang mensyaratkan adanya beberapa faktor, yaitu pencipta, bahan, waktu, modal, metode, proses dan tujuan. Pada alam hierarkis 3 dan 4 adalah pendekatan melalui perenungan dan pemahaman terhadap firman Tuhan yang menyatakan tentang pencitaan itu, yang dihimpun hanya dalam kitab suci Al Quran.
Mengenai penciptaan keseluruhan sejenis, yaitu langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, Al Quran 32:4 mengatakan
Artinya : “Allah menciptakan langit, bumi, dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam hari, kemudian Dia berkuasa atas ‘arsy. Tiada bagi kamu pelindung dan penolong selain dari Dia, maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran ?”
Jika langit dan bumi yang ada diantara keduanya di ciptakan Tuhan dalam enam hari, maka untuk bumi saja diciptakan dalam dua hari, Al Quran 41:9 mengatakan:
Artinya : “Katakanlah, sesungguhnya apakah kamu mengingkari Yang menciptakan bumi dalam dua hari, dan kamu menjadikan sekutu bagi Nya. Itulah? Tuhan alam semesta”.
Untuk langit berjumlah tujuh tingkat diciptakan oleh Tuhan dalam dua hari, Al Quran 41:12, mengatakan:
Artinya: “Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”.
Akan tetapi hari (yaum)yang dipakai untukmenciptakan langit dan bumi itu tidak 24 jam, dan ukurannya seribu tahun menurut perhitungan tahun manusia. Al Quran 32:5 mengatakan:
Artinya : “ Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, Kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitungan kamu”.
Adapun mengenai bahan yang dipakai dalam penciptaan langit, dimungkinkan dari api, Al Quran 41:11 mengatakan :
Artinya: “ Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".
Sedangkan mengenai bahan yang dipakai untuk mencipptakan manusia berasal dari tanah ( bumi ), Al Quran 32:7-9 mengatakan :
Artinya : “ Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”.
Tentang kehidupan atau daya hidup diciptakan Yuhan dari air karena air tetumbuhan, binatang, dan manusia mendapatkan kehidupan untuk tumbuh dari perkembangbiakan. Al Quran 21:30 mengatakan :
Artinya : “ Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”.
Penciptaan alam hierarki 3 dan 4 didalamnya ada mekanisme kontrol yang bekerja otomatis untuk memelihara, memperbaiki dan memperbaharui keadaan internalnya. Al Quran 7 : 54 mengatakan :
Artunya : “ Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang Telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.
Penciptaan langit, bumi dan seisinya tidak main-main, dan semuanya diciptakan dengan kebenaran. Al Quran 44 : 38-39 mengatakan :
Artinya : “Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui”.
Jika dalam alam 3 dan 4 didalamnya ada mekanisme kontrol yang bekerja otomatis untuk mengarahkan kehidupan dari internalya, maka dalam 6 dan 7 didalamnya tidak ada mekanisme yang bekerja secara otomatis, sepenuhnya bergantung dan tergantung oleh manusia.
]
C. Mekanisme Alam
Mekanisme alam adalah suatu sistem hukum yang mengatur kehidupan yang ada dalam 3 dan 4 yang sudah ditetapkan Tuhan sejak awal penciptaannya dan dapat bekerja secara otomatis untuk melakukan kontrol kehidupanya dalam batas-batas yang sudah ditentukan-Nya, baik batas waktu, batas ruang, batas fungsi dan batas cara kembalinya pada Tuhan. Al Quran 10:3-4 mengatakan :
Artinya : “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? Hanya kepadaNyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar daripada Allah, Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya Kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh dengan adil. dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air yang panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka”.
Dalam teori mengenai penciptaan, filsafat islam meletakan arti pentingnya kedudukan manusia sebagai khalifah yaitu sebagai kedudukan mulia dengan tugas untuk meneruskan ciptaan, proses meneruskan tugas penciptaan hanya oleh penguasa manusia terhadap pengetahuan konseptualnya, sebagai mana yang sudah diarjakan Tuhan kepada Adam ketika akan diangkat sebagai khalifah Fil ardli tentang nama benda, pengetahuan yang bersifat kekuasaan, karena dengan menguasai pengetahuan konseptual, manusia menegaskan kekuasaannya dimuka bumi. Al Quran 55 : 33 mengatakan :
Artinya : “ Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”.
Asal-usul alam semesta menjadi titik perhatian serius para ilmuan kosmologi. Berdasarkan kenyataan pergerakan mengembang galaksi-galaksi memang ada sebagian pendapat mengatakan bahwa rapatan jagad raya ini tetap, tidak berubah. Hal ini disebabkan sewaktu galaksi bergerak saling menjauhi dalam ruang antargalaksi terus terciptakan materi baru yang berfungsi mempertahankan kerapatan jagad raya agar kurang lebih konstan. Galaksi baru yang terciptakan dari materi baru membuat jagad raya tampak sama tidak hanya dari tempat yang berbeda tetapi juga sepanjang masa, sekarang dan masa yang akan datang. Hipotesis ini disebut “Steady State “.
Tafsiran kedua manyatakan bahwa setiap galaksi bergerak saling menjauhi yang berarti jauh dari masa lampau jarak antar galaksi makin dekat. Jika ditelusuri lebih jauh lagi kemasa lampau akan didapati sebuah titik dengan kerapatan tak hingga. Hipotesis ini disebut “Unsteady state “ atau Big Bang Theory “ ( teori ledakan besar ).
Menurut kosmologi Big Bang, sistem tata surya kita terbentuk 5 milyar tahun yang lalu. Bintang-bintang tertua diduga terbentuk 10 milyar tahun yang lalu dan banyak diantaranya telah mengamatkan riwayatnya sebagai supernova ( alam raksasa hasil ledakan bintang ) atau berevolusi menjadi bintang katai putih atau lubang hitam. Pembentukan galaksi terjadi sekitar 13-14 milyar tahun yang lalu. Sebelum itu seluruh jagad raya hanya terdiri dari gas hydrogen, helium dan radiasi, tetapi grafitasi tetap berpengaruh besar pada strukturnya.

Kemungkinan masa depan jagad raya ini sebagai berikut :
a. Jagad raya terus mengembang selamanya
Semua bintang dan galaksi pada akhirnya menggunakan semua energinya sampai habis dan menjadi benda kecil hitam atau lubang hitam. Jagad raya akan menjadi dingin dan gelap serta semua kehidupan akan berakhir.
b. Pengembangan jagad raya secara perlahan-lahan
Pengembangan jagad raya secara perlahan-lahan akan berhenti dan diikuti dengan penyusutan grafitasi serta seluruh jagad raya luluh menjadi satu. Dan kiranya akan menjadi Big Bang selanjutnya.

D. Manusia Menurut Agama Islam
Allah Sang Pencipta telah menurunkan kitab suci Al Quran yang diantara ayat-ayatnya adalah gambaran-gambaran konkret tentang manusia. Penyebutan nama manusia di dalam Al Quran tidak hanya satu macam. Berbagai istilah digunakan untuk menunjukan berbagai aspek kehidupan manusia, diantaranya :
• Dari aspek historis, penciptaan manusia disebut dengan Bani Adam. Ini tercantum dalam Al Quran :
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu ayang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jaganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orng yang berlebih-lebihan”. ( QS. Al-A’raaf 7: 31 )
• Dari aspek biologis, manusia disebut dengan Basyar yang mencerminkan sifat-sifat fisik-kimia-biologisnya. Hal ini terdapat dalam ayat-ayat Al Quran :
“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah (kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia) : ( orang ) ini tidak lain hanyalah manusia ( basyar ) seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan dan meminum dari yang kamu minum”. (QS. Al-Mukminun 23: 3)
• Dari aspek kecerdasan, manusia disebut dengan insan yakni makhluk terbaik yang diberi akal sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan. Hal ini ada dalam surat Ar-Rahman ayat : 3-4
• Dari aspek sosiologisnya disebut annas yang menunjukan sifatnya yang berkelompok sesame jenisnya. Dalam Al Quran disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat : 21
• Dari aspek posisinya disebut ‘abdun ( hamba ) yang menunjukan kedudukannya sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepada-Nya. Terdapat dalam surat Saba’ ayat : 9
Al Quran tidak merinci secara kronologis penciptaan manusia menyangkut waktu dan tempatnya. Namun Al Quran menjelaskan jawaban yang sngat penting : Dari titik manakah kehidupan Ibu bermula. Ayat-ayat yang enegaskan bahwa asal usul manusia (bersifat) air. Hal ini dpat dimulai dari pembentukan alam semesta. Dalam ayat Al Quran menegaskan bahwa :
“Tidaklah orang-orang kafir itu melihat bahwa langit dan bumi disatukan, kemudian kami pisahkan dan kami jadikan setiap yang hidup dari air. Lantas akankah mereka tidak beriman ?” ( QS. Al-Anbiya 21: 30 )
Manusia adalah makhluk bumi. Manusia dibentuk dari komponen-komponen yang dikandung di dalam tanah. Gamabaran ini dengan sangat jelas diuraikan dalam berbagai ayat yang menunjukan komponen-komponen pembentuk tersebut dengan nama antara lain :
1. Turaab yaitu tanah yang gemuk sebagaimana disebut dalam ayat Al Quran :
Artinya: Kawannya (yang mukmin) Berkata kepadanya - sedang dia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, Kemudian dari setetes air mani, lalu dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?
( QS. Al-Kahfi 18: 37 )
2. Tiin yaitu tanah lempung sebagaiman dalam ayat Al Quran :
Artinya: Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.( QS. As-Sajadah 32:7 )
3. Tinul Laazib yaitu tanah lempung yang pekat, disebutkan dalam AlQuran :
Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): "Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa[1273] yang Telah kami ciptakan itu?" Sesungguhnya kami Telah menciptakan mereka dari tanah liat.[1273] Maksudnya: malaikat, langit, bumi dan lain-lain.( QS. As-Safaat 37 : 11 )
4. Salsalun yaitu lempung yang dikatakan kalfakhkhar ( seperti tembikar ). Citra di ayat ini menunjukan bahwa manusia “dimodelkan”.
5. Salsalun Min Hamaimin Masmuun ( lempung dari lumpur yang dicetak/ diberi bentuk ), sebagaimana disebut dalam Al Quran :
Artinya: Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.( QS. Al-Hajr 15:26 )
6. Sulaalatun Min Tiin yaitu dari sari pati lempung. Sulaalat berarti sesuatu yang disarikan dari Sesutu lain.
Asal-usul keberadaan manusia dilihat dari sisi reproduksinya banyak sekali dijelaskan dalm ayat-ayat Al Quran. Dalam surat Al-Qiyamah, ayat: 37 misalnya disebutkan bahwa manusia berasal dari nutfatan min maniyyin yumma ( setetes sprema yang ditumpahkan ). Nutfah berarti sejumlah sel yang sangat kecil yang sering diartikan sebagai setets air. Dari sejumlah sperma yang ditumpahkan memang hanya satu sel saja yang pada akhirnya membuahi ovum ( sel telur ).
Sel telur yang telah dibuahi tertanam dalam lendir rahim kira-kira pada hari keenam setelah pembuahan mengikutinya dan secara otomatis sungguh telur tersebut merupaka sesuatu yang bergatung ( Al’alaq ).
Sesuatu yang bergantung ( Al’alaq ) terus berkembang sampai kira 20 hari ketika ia mulai secara bertahap mengambil bentuk manusia. Jaringan tulang mulai tampak dalam embrio itu secara berurutan diliputi oleh otot-otot.
Dua tipe daging diberi nama yang berbeda dalam Al Quran :
• Daging yang digulung disebut mudqah
• Daging yang masih utuh disebut lahm
Ruh adalah salah satu komponen penting yang menentukan cirri kemanusiaan manusia. Satelah proses-proses fisik berlangsung dalam penciptaan manusia, pemasukan ruh menjadi unsure penentu yang membedakan manusia dengan hewan. Hal ini dijelaskan dalam Al Quran surat Shaad ayat : 71-72
Artinya:71. (ngatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah".
72. Maka apabila Telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya".
Nafs banyak tersebar dalam Al Quran. Meski termasuk dalam wilayah abstrak yang sukar dipahami, isitilah nafs mempunyai pengertian yang sangat terkait dengan aspek fisik manusia. Seperti dijelaskan dalam surat Az-Zumar ayat : 42
Hubungan antara nafs dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui dengan pasti bagaimana hubungan itu berjalan. Dua hal yang berbeda, mental dan fisik, dapat menjalin interrelasi sebab akibat. Kesedihan dapat menyebabkan mata mengeluarkan cairan, kesengsaraan membuat badan kurus. Dikenal pula istilah psikosomatik yaitu penyakit-penyakit fisik yang disebabkan oleh masalah kejiwaan. Perpisahan antara nafs dan fisik disebut maut.
Karakteristik manusia adalah sebagai berikut :
 Aspek kreasi è dengan akal, manusia dapat melakukan hal berbagai kegiatan yang positif dan Allah menciptakan manusia dengan bentuk dan tatanan yang baik dan sempurna untuk digunakan dengan sebaik-baiknya.
 Aspek ilmu è manusia dapat mempunyai kesempatan untuk memahami lebih jauh hakikat alam semesta dari hewan yang hanya terbatas pada naluri dasar yang tidak bias dikembangkan melalui pendidikan dan pengajaran.
 Aspek kehendak è manusia memiliki kehendak yang menyebabkan bisa mengadakan pilihan-pilihan dalam hidupnya. Makhluk lain hidup dalm suatu pola yang telah baku dan tak akan pernah berubah. Sekalipun itu adalah malaikat yang mulia dan tak akn pernah menjadi makhluk ynag sombong.
 Pengarahan akhlak è manusia adalah makhluk yang dapat dibentuk akhlaknya, makhluk yang dapat berubah karena factor lingkungan oleh karena itu, Lembaga Pendidikan diperlukan manusia untuk mengarahkan kehidupan generasi yang akan datang.
Misi penciptaan manusia adlah untuk menyembah kepada Sang Penciptaanya, Allah SWT. Penyembahan berarti ketundukan manusia kepada hokum Allah dalam menjalankan kehidupan di dunia, baik yang menyangkut hubungan vertikal ( manusia dengan Tuhan ) maupun horizontal ( manusia dengan alam semesta ).
Oleh karena itu, penyembahan tersebut harus dilakukan dengan ikklas, tanpa paksaan karena Allah tidak membutuhkan apapun kepada manusia termasuk ritual-ritual penyembahannya. Hal ini dijelaskan dalam surat Az-Zaariyaat ayat : 56-58.

E. Hubungan Historis Manusia dengan Alam
Asal usul manusia dikaitkan dengan keberadaan alam semesta merupakan topic yang menarik. Kapankah manusia pertama kali hadir di muka bumi? Hal ini menyebabkan pengambilan kesimpulan yang serampangan dan mengaburkan fakta. Ramapitechus yang berusia 15 juta tahun dan Oreopithecus yang berusia 12 juta tahun dianggap, sebagai manusia tertua. Pengamatan yang teliti menunjukan bahwa kedua spesies tersebut lebih layak deisebut kera daripada manusia.
Australopithecus sementara ini dianggap sebgai jenis yang paling mewakili model manusia purba. Ciri-ciri tubuhnya sangat manusiawi: postur berkaki dua, lekukan tulang punggung, pinggul lebar, tulang paha yang menyesuaikan dengan diri dengan postur berkaki dua dan sebagainya.
Manusia purba yang dianggap lebih maju adalah Pithecanthrops Erectus yang hidup sekitar 500.000 tahun yang lalu.
Gelombang manusia purba berikutnya adalah Neanderthal yang menurut beberapa sumber muncul, sekitar 1.000.000-500.000 tahun yang lalu.
Walupun demikian, manusia yang dikenal sebagai manusia modern seperti sekarang ini dengan cirri-ciri anatomis utamanya telah ada sekitar 35.000-40.000 tahun yang lalu dan dikenal sebagai homo sapiens.
Argumen tersebut menyatakan bahwa penciptaan spesies manusia terjadi secara terpisah dari keturunan yang telah ada sebelumnya. Kerumitan yang ada pada persoalan asal-usul manusia hamper sama dengan kerumitan memahami asal-usul alam semesta.
F. Hubungan Fungsional Manusia dengan Alam
Bagaimana pun proses penciptaannya manusia adalah bagian integral dari alam semesta. Teori Cosmoza yang menyatakan bahwa manusia berasal dari luar angkasa, kenyataannya kurang mendapat tempat di kalangan ilmuwan. Sebaliknya, pembahasan mengarah bahwa manusia bahan baku manusia berasal dari bumi tempat manusia itu sendiri berpijak.
Dalam sistem kosmos, manusia dan alam semesta merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Karena memiliki keunggulan dalam sistem kesadaran maka alam semesta menjadi sebuah obyek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pengetahuan mengenai alam akan menambah kekuatan manusia mengatasi alam dan memberinya pandangan total tak terhingga yang telah dicari oleh filsafat tetapi tidak didapat.
Kemajuan pengetahuan terhadap alam dan teknologi-teknologi yang diterapkannya menempatkan alam dalam posisi sebagai sumber kehidupan yang tiada batasnya. Maka wajarlah jika semakin dalam pengetahuan semakin terasa hubungan saling ketergantungan antara manusia dan alam semesta ini.
Namun keharmonisan tidak senantiasa menghiasi hubungan manusia dengan alam semesta. Eksploitasi terhadap alam merusak keseimbangan hubungan yang telah berlangsung bermilyar-milyar tahun. Krisis global lingkungan mengganggu hubungan antara manusia dengan alam pada saat ini.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa alam semesta ini sangat luas. Dan hubungan antara manusia dan alam semesta ini sangat erat. Baik hubungan fungsional maupun hubungan histories. Di dalam hubungan fungsional, manusia merupakan bagin integral alam semesta, di mana bahan baku manusia berasal dari bumi tempat manusia itu sendiri berpijak. Sehinggga antara manusia dan alam semesta merupakan satu kesatuan yang tek terpisahkan. Sedangkan dalam hubungan historis, manusia memahami bahwa hanya dirinya merupakan satu-satunya makhluk beradab di alam semesta.
Dan hakekat alam semesta sendiri adalah ciptaan Allah yang tak terbatas, karena tidak ada satupun manusia yang dapat melihat alam semesta secara keseluruhan walupun dengan teknologi tinggi. Sesugguhnya alam semesta tidak diciptakan secara tiba-tiba, melainkan diciptakan secara bertingkat.
Jagad raya sebenarnya terus mengembang selamanya hingga akhirnya semua energi akan habis menjadi benda kecil, hitam. Jagad raya akan berubah menjadi dingin, gelap dan semuanya akan berakhir.
Jadi, kedudukan dan peran manusia di muka bumi bukan manusia sendiri yang menetukan , melainkan sebaliknya manusia menerima kodrat hidup yang tidak dapat ditolaknya dan mesti dijalaninya, baik suka maupun duka.

B. Saran
Sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan sebagai khalifah di muka bumi ini, maka sudah semestinya manusia menjaga kelestarian alam semesta. Dan sudah sepantasnya kita sebagai manusia selalu mengingat kebesaran Sang Pencipta lewat kemampu-kemampuan yang Ia ciptakan di muka bumi ini.
Karena kedudukan dan peran manusia di muka bumi ini bukan manusia sendiri yang menentukan, maka kita sebagai manusia harus tawakal setelah berusaha karena semua ketentuan hanya ada pada Allah.
















Jumat, 05 Juni 2009

IJTIHAD

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Islam adalah agama samawi, di dalamnya terdapat prinsip-prinsip ajaran yang sangat luhur sebagai landasan berpikir dan bekerja untuk mencapai hidup sejahtera dunia dan akhirat. Kesejahteraan hidup di dunia dapat diraih melalui berbagai cara, diantaranya adalah kerja keras membanting tulang mencari rizki.
Prinsip-prinsip ajaran islam yang berakar dari syahadah atau kalimah tauhid akan mengantarkan pemeluknya senantiasa berpikir positif dan bekerja keras sebagai media untuk mendapatkan rizki seperti yang diharapkan.oleh karena itu memahami ajaran Islam secara komprehensip merupakan langkah awal.
Pada dasarnya prinsip-prinsip ajaran islam bertolak dari rukun islam sebagai konsep dasar sistem kehidupan sosial masyarakat.Iman dan tauhid akan memberikan kontribusi pemikiran sekaligus landasan aksi dan solusi terhadap permasalahan yang berkembang ditengah masyarakat. Menggalakkan ekonomi kerakyatan melalui sektor pertanian intensif sebagai salah satu upaya unt`uk membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah angka pengangguran. Jika ada kelompok masyarakat yang mempunyai inisiatif dalam melakukan tindaklan di atas, ia layak disebuit sebagai pahlawan. Hanya saja, bagaimana caranya untuk meningkatkan sistem pertanian subsisten menjadi surplus. Disinilah peran pemerintah sebagai agent of development.
Wahyu yang diturunkan kepada nabi muhammad sudah berakhir, dan allah tidak akan lagi menurunkan wahyu seperti yang pernah diturunkan kepada ibrahim, ishaq, ya`qub, musa, isa, dan muhamad.
Sedangkan pembaruan tergantung kepada ijtihad sebagai salah satu sumber jurisprudensi islam. Kita semua tahu sumber otoritas ijtihad ini dari hadits yang begitu popular, ketika rasul mengutus mu`adz bin jabal ke yaman. Maka dalil di atas menunjukkan bahwa ijtihad merupakan dasar dari sumber hukum dalam islam.
Merujuk pada latar belakang tersebut, akhirnya menyusun sebuah makalah dengan judul Ijtihad dan assunnah

B.Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah yang kami buat antara lain :
1. Apa pengertian Ijtihad dan assunnah ?
2. Macam-macam ijtihad ?
3. Fungsi ijtihad?


C.Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain yaitu :
1. Mengetahui pengertian Ijtihad dan assunnah
2 .Mengetahui macam-macam ijtihad
3. Mengetahui fungsi ijtihad


BAB II
PEMBAHASAN

 
PENGERTIAN DAN FUNGSI IJTIHAD

Menurut pengertian kebahasaan kata Ijtihad berasl dari bahasa arab yang kata kerjanya “jahada” , yang atinya berusaha dengan sungguh-sungguh . menurut istilah dalam ilmu fiqih , ijtihad berarti mengerahkan tenaga dan pikiran dengan sungguh-sungguh untuk menyelidiki dan mengeluarkan (meng-istinbat-kan) hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-qur’an fdan hadits dengan syarat syarat tertentu . muslim yang melakukan ijtihad di sebut mujtahid . agar ijtihadnya dapat menjadi pegangan bagi umat , seorang mujtahid harus memenuhi beberapa persyaratan

Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.

Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.

JENIS-JENIS IJTIHAD

Ijma'

Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.

Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati.

Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

Ketika Ali bin Abi Thalib mengemukakan kepada Rasulullah tentang kemungkinan adanya sesuatu masalah yang tidak dibicarakan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah, maka Rasulullah mengatakan : " Kumpulkan orang-orang yang berilmu kemudian jadikan persoalan itu sebagai bahan musyawarah ". Yang menjadi persoalan untuk saat sekarang ini adalah tentang kemungkinan dapat dicapai atau tidaknya ijma tersebut, karena ummat Islam sudah begitu besar dan berada diseluruh pelosok bumi termasuk para ulamanya.

Qiyâs

Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.

Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya

Beberapa definisi qiyâs' (analogi)

a.Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan diantara keduanya.

b.Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan diantaranya.

c.Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam Al-Qur'an atau Hadis dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab

Contohnya : Menurut al-Qur'an surat al-Jum'ah 9; seseorang dilarang jual beli pada saat mendengar adzan Jum'at. Bagaimana hukumnya perbuatan-perbuatan lain ( selain jual beli ) yang dilakukan pada saat mendengar adzan Jum'at ? Dalam al-Qur'an maupun al-Hadits tidak dijelaskan. Maka hendaknya kita berijtihad dengan jalan analogi. Yaitu : kalau jual beli karena dapat mengganggu shalat Jum'at dilarang, maka demikian pula halnya perbuatan-perbuatan lain, yang dapat mengganggu shalat Jum'at, juga dilarang.

Istihsân

Beberapa definisi Istihsân

a.Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang ''fâqih'' (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.

b.Argumentasi dalam pikiran seorang ''fâqih'' tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya

c.Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.

d.Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.

e.Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya...

Mushalat murshalah

Adalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.

d. Mashalihul Mursalah = utility, yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari'at. Perbedaan antara istihsan dan mashalihul mursalah ialah : istihsan mempertimbangkan dasar kemaslahan ( kebaikan ) itu dengan disertai dalil al-Qur'an / al-Hadits yang umum, sedang mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis exsplisit dalam al-Qur'an / al-Hadits.

Sududz Dzariah

Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.

Istishab

Adalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.

Urf

Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.

KEDUDUKAN IJTIHAD

Berbeda dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagi berikut :

a. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.

b. Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.

c. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.

d. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah.

e. Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.

MACAM DAN TINGKATAN IJTIHAD
 
Ijtihad terdiri dari bermacam-macam tingkatan, yaitu:
 
1. Ijtihad Muthlaq/Mustaqil, yaitu ijtihad yang dilakukan
dengan cara menciptakan sendiri norma-norma dan kaidah
istinbath yang dipergunakan sebagai sistem/metode bagi
seorang mujtahid dalam menggali hukum. 
 
2. Ijtihad Muntasib, yaitu ijtihad yang dilakukan seorang
mujtahid dengan mempergunakan norma-norma dan kaidah-kaidah
istinbath imamnya (mujtahid muthlaq/Mustaqil). Jadi untuk
menggali hukum dari sumbernya, mereka memakai sistem atau
metode yang telah dirumuskan imamnya, tidak menciptakan
sendiri. Mereka hanya berhak menafsirkan apa yang dimaksud
dari norma-norma dan kaidah-kaidah tersebut. Contohnya, dari
mazhab Syafi'i seperti Muzany dan Buwaithy. 
 
3. Ijtihad mazhab atau fatwa yang pelakunya disebut mujtahid
mazhab/fatwa, yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid
dalam lingkungan madzhab tertentu. Pada prinsipnya mereka
mengikuti norma-norma/kaidah-kaidah istinbath imamnya,
demikian juga mengenai hukum furu'/fiqih yang telah
dihasilkan imamnya. 
 
4. Ijtihad di bidang tarjih, yaitu ijtihad yang dilakukan
dengan cara mentarjih dari beberapa pendapat yang ada baik
dalam satu lingkungan madzhab tertentu maupun dari berbagai
mazhab yang ada dengan memilih mana diantara pendapat itu
yang paling kuat dalilnya atau mana yang paling sesuai
dengan kemaslahatan sesuai dengan tuntunan zaman.


Orang yang melakukan ijtihad dipersyaratkan beberapa hal, di antaranya:

1. Mengetahui dalil-dalil syar'i yang dibutuhkan dalam berijtihad seperti ayat-ayat hukum dan hadits-haditsnya.

2. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan keshahihan hadits dan kedhaifannya, seperti mengetahui sanad dan para periwayat hadits dan lain-lain.

3. Mengetahui nasikh-mansukh dan perkara-perkara yang telah menjadi ijma' (kesepakatan ulama), sehingga dia tidak berhukum dengan apa yang telah mansukh (dihapus nya) atau menyelisihi ijma'.

4. Mengetahui dalil-dalil yang sifatnya takhsis, taqyid atau yang semisalnya, lalu bisa menyelaraskannya dengan ketentuan asal yang menjadi pokok permasalahan.

5. Mengetahui ilmu bahasa, ushul fikih, dalil-dalil yang mempunyai hubungan umum-khusus, mutlak-muqayyad, mujmal-mubayyan, dan yang semisalnya sehingga akurat dalam menetapkan hukum.

6. Mempunyai kemampuan beristimbat (mengambil kesimpulan) hukum-hukum dari dalil-dalilnya.

Ijtihad terus berlaku sampai kapan pun dan keberadaannya termasuk dalam bagian ilmu atau pembahasan masalah ilmiah. Perlu dicatat bahwa seorang mujtahid harus berusaha mengerahkan kesungguhannya dalam mencari kebenaran untuk kemudian berhukum dengannya. Seseorang yang berijtihad kalau benar mendapatkan dua pahala; pahala karena dia telah berijtihad dan pahala atas kebenaran ijtihadnya, karena ketika dia benar ijtihadnya berarti telah memperlihatkan kebenaran itu dan memungkinkan orang mengamalkannya, dan kalau dia salah, maka dia mendapat satu pahala dan kesalahan ijtihadnya itu diampuni, karena sabda Nabi: Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan cara berijitihad dan temyata benar, maka dia mendapat dua pahala dan apabila dia ternyata salah, maka dia mendapat satu pahala. (HR. Bukhari dan Muslim)

KESIMPULAN

 
Dari beberapa uraian  di  atas  ingin  saya  ambil  beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
 
1. Ijtihad merupakan sarana yang paling efektif untuk
mendukung tetap tegak dan eksisnya hukum Islam serta
menjadikannya sebagai tatanan hidup yang up to date yang
sanggup menjawab tantangan zaman.
 
2. Ijtihad baru akan berfungsi dan berdayaguna sebagaimana
disebutkan pada Butir pertama jika ijtihad dilakukan para
ahlinya (mereka yang memenuhi persyaratan dan dilakukan pada
tempatnya sesuai dengan ketentuan yang telah diakui
kebenaran dan kesalahannya).
 
3. Ijtihad akan membawa kejayaan bagi Islam dan umatnya,
apabila hal itu dilakukan oleh yang memenuhi persyaratan dan
dilakukan di tempat-tempat yang diperbolehkan memainkan
peranan ijtihad.
 
4. Ijtihad yang dilakukan oleh yang bukan ahlinya/yang
tidak memenuhi persyaratan atau dilakukan tidak pada
tempatnya justru akan membawa kehancuran Islam dan bencana
serta malapetaka bagi umatnya. Na'udzu bi 'l-Lah.
 
5. Ijtihad dapat kita jadikan alat untuk menjawab perlu dan
tidaknya reaktualisasi hukum Islam dan hal itu hanya
memenuhi persyaratan ijtihad. 
6.Marilah kita menjadi mujtahid yang benar atau muqallid
yang baik yang mempunyai komitmen yang utuh terhadap ajaran
agama Islam.