Rabu, 13 Januari 2010

TEORI-TEORIBELAJAR DAN PEMBELAJARAN



Teori-teori belajar menerangkan apa yang terjadi selama mahasiswa belajar. Berdasarkan perbedaan sudut pandang tentang proses belajar, maka teori belajar dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu teori behaviorisme, teori kognitivisme, teori belajar berdasarkan psikologi sosial, dan teori belajar Gagne.
A. Teori Behaviorisme
Menurut teori ini manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya, yang akan memberikan pengalaman-pengalaman terntentu kepadanya. Belajar di sini merupakan perubahan tingkahlaku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (Stimulus-Respon), yaitu suatu proses yang memberikan respon tertentu terhadap yang datang dari luar.
Prinsip utama teori ini ialah rangsangan dan timbal balik serta peneguhan. Tumpuan objektif penggunaan ialah hanya pada peringkat kepahaman dan pengetahuan. Teori ini akan berpegang kepada anggapan bahawa pembelajaran meliputi tanggungjawab guru, dan diawasi sepenuhnya olehsistem pengajaran. Teori ini juga berlandaskan kepada anggapan bahawa pelajar akan mengekalkan sesuatu tindakan jika peneguhan yang bersesuaian diberikan kepadanya. Sebagai contoh, apabila seseorang pelajar diberikan ganjaran setelah menunjukkan sesuatu timbal balik, ia akan mengulangi timbal balik tersebut setiap kali rangsangan yang serupa ditemui (http://Saungwali,wordpress.com/2007/05/23/teori dan strategi pembelajaran). Proses S-R ini terdiri dari beberapa unsur, yaitu dorongan (drive), rangsangan (stimulan), respons, dan penguatan (reinforcement). Proses belajar menurut behaviorisme lebih dianggap sebagai suatu proses yang bersifat mekanistik dan otometik tanpa membicarakan apa yang terjadi selama itu di dalam diri mahasiswa yang belajar (Galloway, 1976).
Thomdike merupakan orang yang pertama kali menerangkan hubungan S-R ini. Beberapa macam teori behaviorisme yang terkenal adalah :


1. Classical Conditioning (Pavlov)
Teori ini didasarkan atas reaksi sistem tak terkontrol di dalam diri seseorang dan reaksi emosional yang dikontrol oleh sistem urat syaraf otonom serta gerak refleks setelah menerima stimulus dari luar. Stimulus tidak terkondisi (US) merupakan stimulus yang secara biologis dapat menyebabkan adanya respon dalam bentuk refleks (UR). Proses ini disebut extinion, apabila diberikan US respons CR yang hilang dapat muncul kembali.
Dengan stimulus tanpa kondisi (US) diberikan suatu stimulus lain yang netral maka secara bersama kedua stimulus tersebut akan menghilangkan respon yang merupakan reflek (UR), dan akan timbul respon baru yang diharapkan (CR). Stimulus netral yang diberikan bersama stimulus pertama ini disebut stimulus terkondisi yang memang diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa seseorang telah belajar.
Secara singkat jalannya percobaan adalah sebagai berikut :
a) Kepada anjing diperlihatkan makanan (anjing dalam keadaan lapar). Dalam percobaan anjing mengeluarkan air liur, jadi ada reaksi. Makanan disebut stimulus tak bersyarat (Unconditioning Stimulus) dan mengeluarkan air liur disebut reaksi tak bersyarat (Unconditioning Respon).
b) Kepada anjing diperlihatkan sinar (anjing tetap dalam keadaan lapar). Ternyata tidak terlihat air liur. Pavlov ingin mencoba agar anjing dibuat bereaksi terhadap sinar yang diperlihatkan kepadanya. Caranya ialah dengan memberikan persyaratan berupa makanan yang secara alami dapat menimbulkan reaksi. Dalam hal ini belum terjadi peristiwa ‘belajar’ pada anjing.
c) Sinar disorotkan, beberapa detik, kemudian makanan diperlihatkan. Pada percobaan terlihat mula-mula air liur tidak keluar, tetapi setelah melihat makanan, baru anjing bereaksi. Dalam hal ini belum terjadi peristiwa ‘belajar’ pada anjing.
d) Pada pon yang ketiga, diulang dengan jarak pemberian makanan yang bervariasi.
Akhirnya pada frekuensi tertentu pada jarak waktu pemberian makanan tertentu, Pavlov berhasil membuat anjing bereaksi terhadap sinar tanpa diikuti pemberian makanan. Dengan kata lain, disebut bahwa stimulus (sinar) telah disyarati dengan makanan. Oleh karena itu sinar disebut stimulus beryarat dan peristiwa keluarnya air liur karena melihat sinar disebut respon bersyarat.
2. Operant Conditioning
Teori Skinner ini menyatakan bahwa setiap kali memperoleh stimulus maka seseorang akan memberikan respon berdasarkan hubungan S-R. Respons yang benar perlu diberi penguatan (reinforcement). Menurut Hill (1980) pemberian penguatan terhadap respons dapat diberikan secara kontinu (continuous reinforcement), dan selang seling (intermittment reinformcement).
Cara yang dipakai di dalam intermittent reinforcement ini dapat bermacam-macam dan dikelompokan menjadi ratio apabila pemberian penguatan tergantung pada jumlah respon yang diberikan) dan interval (apabila pemberian penguatan tergantung pada waktu).
Empat macam pemberian penguatan yang tidak bersifat kontinu atau yang dikelompokkan ke dalam cara pemberian penguatan intermittent, yaitu berdasarkan jadwal (Leahey & Harris, 1985) :
a) Dengan perbandingan tetap (fixced ratio) : pemberian penguatan tergantung pada berapa kali individu memberikan respons.
b) Dengan perbandingan tidak tetap (bariable ratio) : disini tetap jumlah respons yang menentukan pemberian penguatan, tetapi perbandingan berubah-ubah dari penguatan ke penguatan berikutnya.
c) Dengan interval tetap (fixced interval) : pemberian penguatan dengan jarak waktu tertentu.
d) Dengan interval tidak tetap (variable interval) : pemberian penguatan dengan jarak waktu antara yang tidak tetap.
Selanjutnya menurut Leahey & Harris, ratiolah yang dapat memberikan hasil lebih baik dibanding dengan cara dengan interval.
Perbedaan antara classical dan operant conditioning terletak pada hal-hal tersebut dibawah ini :
a) Respons
Menurut Pavlov (classical conditioning) respon di kontrol oleh pihak luar, pihak inilah yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan kepada stimulus. Peranan orang yang belajar bersifat pasif karena untuk mengadakan respons perlu adanya suatu stimulus tertentu. Sebaliknya Skinner mengatakan bahwa pihak luar/ pengajarlah yang harus menanti adanya respons yang diharapkan/ benar.
b) Penguatan
Pavlov mengatakan bahwa stimulus yang tidak terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan. Sebaliknya menurut Skinner responslah yang merupakan sumber penguatan. Adanya respon menyebabkan sesorang memperoleh penguatan, dan hal ini menyebabkan respons tersebut cenderung untuk diulang-ulang.
Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai di dunia pendidikan ialah (Hartley & Davies, 1978) :
a) Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila mahasiswa ikut berpartisipasi secara aktif di dalamnya.
b) Materi pelajaran dibentuk dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis.
c) Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung.
d) Setiap kali mahasiswa dapat memberikan respon yang benar maka ia perlu diberi penguatan.
Contoh terkenal penerapan prisip behaviorisme di dunia pendidikan adalah pengajaran terprogram (programmed learning). Contoh lain penerapan behaviorisme di dunia pendidikan adalah prinsip belajar tuntas (mastery learning), yang menyatakan bahwa semua orang dapat belajar dengan baik apabila diberi waktu cukup dan pengajaran dirancang dengan baik pula.

B. Teori Kognitivisme
Menurut Galloway (1976) belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain. Proses belajar disini antara lain mencakup pengaturan stimulasi yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Teori ini berkaitan dengan ingatan yaitu ingatan jangka panjang dan ingatan jangka pendek. Salah satu teori kognitif ialah pemprosesan masalah yang digunakan dalam pengajaran pembelajaran komputer. Teori ini juga menyediakan pembelajaran aktif dimana pelajar bertindak secara aktif memperoleh, menstruktur semula dan mengkaji pengetahuan untuk menjadikannya bermakna. Pelajar memerlukan pemindahan pembelajaran dan pengetahuan. Teori ini lebih menekan kepada pengetahuan kini dan pengetahuan yang lepas. Untuk membantu pelajar memperoleh penyelesaian, hendaklah dalam bentuk simbol dan lain-lain agar penyelesaian itu lebih teratur dan mudah diperoleh. Alessi & Trollip (1991) mempercayai bahwa beberapa bidang dalam teori kognitif sangat penting dalam mereka bentuk bahan pengajaran terancang berasaskan komputer. Bidang-bidang tersebut ialah pengamatan dan penanggapan , ingatan , kepahaman pembelajaran secara aktif , motivasi, pemindahan pembelajaran , dan perbedaan individu (http://Saungwali.wordpress.com/2007/05/23/teori dan strategi pengajaran).
Beberapa teori belajar yang didasarkan atas kognitivisme dan yang seringkali dipakai didalam proses belajar mengajar ialah:
1. Teori Perkembangan Piaget
Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, artinya proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya (Travers, 1976).
Menurut Piaget proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Penjenjangan ini bersifat hierarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan orang tidak dapat belajar sesuat yang berada diluar tahap kognitifnya.
a) Sensomotorik (0-2 tahun) yang bersifat ekstrenal,
b) Preoperasional (2-6 tahun),
c) Operasional konkrit (6/7-11/12 tahun) dan
d) Jenjang formal (11/12-18 tahun) yang bersifat internal.
Jadi mahasiswa yang telah berumur 17-18 tahun keatas dengan demikian telah mencapai jenjang kognitif formal sehingga mereka mampu untuk berpikir abstrak/megadakan penalaran.
Paiget berpendapat bahwa asas pada semua pembelajaran ialah aktivitas anak-anak itu sendiri. Beliau juga menegaskan kepentingan interaksi ide-ide antara anak-anak tersebut dengan kawan-kawan sebayanya penting untuk perkembangan mental (www.geocities.com/pluto_stewart/artikel_ilmiah_1.htm).
Worell & Stilwell juga menunjuk kelemahan-kelemahan pada teori yang diajukan Piaget ini, yaitu :
a) Dengan adanya teori Piaget, belajar individual tidak dapat dilaksanakan karena untuk belajar mandiri diperlukan kemampuan kognitif yang lengkap dan kompleks yang tidak dapat diuraikan dalam jenjang-jenjang.
b) Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa ketrampilan-ketrampilan kognitif tingkat tinggi dapat dicapai anak-anak yang belum mencapai umur yang sesuai dengan janjang-jenjang di teori Piaget.
c) Sebaliknya, hasil-hasil penelitian juga menunjukan bahwa banyak orang yang tidak mencapai tahap operasi formal tanpa adanya manipulasi yang bersifat konkrit seperti pemakaian gambar, demonstrasi, pembagian model dan semacam itu.
d) Ketrampilan ternyata lebih baik dipelajari melalui urutan, bukan berdasarkan tahap umur.
2. Teori Kognitif Bruner
Bruner menekankan pada adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Kalau Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif menyebabkan perkembangan bahasa seseorang, sebaliknya Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif (Hilgard & Bower, 1981).
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh, caranya melihat lingkungan. Tahap pertama adalah tahap enaktif, dimana individu melakukan aktivitas-aktivitas dalam usahanya memahami lingkungan. Tahap kedua adalah tahap ikonik dimana ia melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap terakhir adalah tahap simbolik, dimana ia mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika.
Penerapan teori Bruner ini di dunia pendidikan disebut kurikulum spiral, di mana suatu subjek diberikan mulai dari sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi dengan menyajikan materi yang sama tetapi tingkat kesukarannya berbeda. Bruner percaya bahwa anak-anak lebih dimotivasikan oleh masalah yang menarik yang tidak mampu diselesaikan oleh mereka dengan mudah seandainya tidak menguasai isi kandungan mata pelajaran dan kemahiran tertentu (www.geocities.com/pluto_stewart/artikel_ilmiah_1.htm).
Gage & Berliner (1979) menyimpulkan beberapa prinsip Bruner, yaitu :
a) Makin tinggi tingkat perkembangan intelektual, makin meningkat pula ketidaktergantungan individu terhadap stimulus dan diberikan.
b) Pertumbuhan seseorang tergantung pada perkembangan kemampuan internal untuk menyimpan dan memproses informasi. Data yang diterima orang dari luar perlu diolah secara mental.
c) Perkembangan intelektual meliputi peningkatan kemampuan untuk mengutarakan pendapat dan gagasan melalui simbol.
d) Untuk mengembangkan kognitif seseorang diperlukan interaksi yang sistematik antara pengajar dan yang diajar.
e) Perkembangan kognitif meningkatkan kemampuan seseorang untuk memikirkan beberapa alternatif secara serentak, memberikan perhatian kepada beberapa stimuli dan situasi sekaligus, serta melakukan kegiatan-kegiatan.
3. Teori Belajar Bermakna Ausubel
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimiliasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyarata yaitu : (a) materi yang secara potensial bermakna, dan dipilih serta diatur oleh dosen dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan serta pengalaman masa lalu mahasiswa, dan (b) suatu situasi belajar yang bermakna. Advance Organizers ini merupakan kerangka (Entiwistle, 1981) dalam bentuk dan abstraksi atau ringkasan atau konsep-konsep dasar dari apa yang dipelajari dan hubungannya dengan apa yang telah ada didalam struktur kognitif mahasiswa.
Dari dalam proses belajar mengajar dosen dapat menerapkan prisip-prinsip teori belajar bermakna dari Ausubel melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a) Mengukur kesiapan mahasiswa (minat, kemampuan, struktur kognitif) melalui tes awal, interview, review, pertanyaan dan lain-lain teknik.
b) Memilih materi dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep kunci-kunci, mulai dengan contoh-contoh konkrit, kontraversial atau yang sifatnya aneh/tidak biasa.
c) Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi baru.
d) Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari.
e) Memakai advance organizers.
f) Mengejar mahasiswa memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada, dengan memberikan fokus pada hubungan-hubungan yang ada.
Disini ternyata tampak perbedaan antara teori Bruner dengan teori Ausubel yaitu Bruner lebih menekankan adanya penemuan (discovery), sedang Ausubel lebih menekankan pada persepsi, yaitu adanya materi yang disajikan dan dapat diinternalisasi oleh mahasiswa (Reilley & Lewis, 1983).
Disampaing itu, terdapat pula perbedaan antara teori behaviorisme dan kognitivisme, yaitu :
a) Proses belajar menurut berhaviorisme adalah suatu mekanisme yang periferik dan terletak jauh dari otak, sedangkan menurut kognitivisme adalah proses terjadi secara internal dalam otak dan meliputi ingatan dan pikiran.
b) Hasil belajar pada behaviorisme merupakan suatu kebiasaan dan ditekankan pada adanya respon yang lancar, teori kognitivisme menganggap hasil belajar sebagai suatau kognitif dengan menakankan pada pengetahuan faktual.
c) Menurut behaviorisme belajar adalah proses trial and error dan adanya unsur-unsur yang sama antara masalah yang sekarang dihadapi dengan apa yang pernah dijumpai sebelumnya. Kognitivisme menekankan adanya pemahaman tentang yang dihadapi sekarang dengan dengan yang telah dijumpai sebelumnya. Masalah disini harus berhubungan dengan apa yang pernah dipecahkan sebelumnya.

C. Teori Belajar Berdasarkan Psikologi Sosial
Di dalam proses belajar mengajar sekarang banyak dipakai prinsip-prinsip teori psikologi lain, yaitu teori kepribadian dan psikologi sosial (Hartley & Davies, 1978).
Menurut teori ini proses belajar jarang sekali merupakan proses yang terjadi dalam keadaan menyendiri, tetapi melalui interaksi-interaksi. Interaksi tersebut dapat :
1. Searah, yaitu jika adanya stimulasi dari luar menyebabkan timbulnya respons.
2. Dua arah, yaitu individu yang belajar dengan lingkungannya, atau sebaliknya, interaksi reciprocal yaitu apabila beberapa faktor yang mempunyai saling ketergantungan, seperti faktor-faktor pribadi, dan faktor-faktor lingkungan saling berinteraksi dan menyebabkan adanya perubahan tingkah laku (Bigge, 1982).

D. Teori Belajar Gagne
Gagne berpendapat bahwa di dalam proses belajar terdapat dua fenomena, yaitu ketrampilan intelektual yang meningkat sejalan dengan meningkatnya umur serta latihan yang diperolah individu, dan belajar akan lebih cepat apabila strategi kognitif dapat dipakai dalam memecahkan masalah secara lebih efisien.
Gagne mempunyai hierarki pembelajaran. Antaranya ialah pembelajaran melalui isyarat, pembelajaran timbal balik rangsangan, pembelajaran melalui urutan, pembelajaran melalui pembedaan dan sebagainya. Menurut Gagne, peringkat yang tertinggi dalam pembelajaran ialah penyelesaian masalah. Pada peringkat ini, pelajar menggunakan konsep dan prinsip-prinsip matematik yang telah dipelajari untuk menyelesaikan masalah yang belum pernah dialami (www.geocities.com/pluto_stewart/artikel_ilmiah_1.htm).
Gagne (1985) menyebutkan adanya lima macam hasil belajar, yaitu :
1. Ketrampilan intelektual/pengetahuan prosedural yang menckup belajar diskriminasi, konsep, prinsip dan pemecahan masalah, yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang disajikan di sekolah.
2. Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, belajar, mengingat dan berpikir.
3. Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendiskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.
4. Ketrampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
5. Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkahlaku seseorang, dan didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan serta faktor intelektual.

E. Teori Instruksional
Teori instruksional tidak menjelaskan bagaimana suatu proses belajar terjadi, tetapi lebih merupakan penerapan prinsip-prinsip teori belajar, teori tingkah laku dan prinsip-prinsip pengajar dalam usaha mencapai tujuan-tujuan belajar.
Tekanan utama teori instruksional adalah pada prosedur-prosedur yang telah terbukti berhasil serta konsisten dengan konsep-konsep sosial, masyarakat, dan pendidikan. Tema utama teori instruksional ialah bahwa (Gagne, 1985) :
1. Belajar merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual, yang merubah stimuli yang datang dari lingkungan seseorang kedalam sejumlah informasi yang selnjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang. Hasil belajar ini memberikan kemampuan kepadanya untuk melakukan berbagai penampilan.
2. Kemampuan yang merupakan hasil belajar dapat dikategorikan sebagai bersifat praktis, dan teoritis.
3. Kejadian-kejadian di dalam pengajaran yang mempengaruhi proses belajar dapat dikelompokkan ke dalam kategori-ketegori umum, tanpa memperhatikan hasil belajar yang diharapkan. Namun untuk membentuk setiap hasil belajar diperlukan adanya kejadian-kejadian khusus.
Berdasarkan teori-teori psikologi dan teori belajar yang mendasarinya maka teori instruksional dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu (Snelbecker, 1974) :
1. Pendekatan Modifiksi Tingkah Laku.
Teori instruksional ini didasari atas pendekatan modifikasi tingkahlaku, terutama dari Skinner, yang berpendapat bahwa apabila binatang saja dapat diajar untuk melakukan tugas-tugas yang sifatnya kompleks, maka orangpun akan dapat memanfaatkan prinsip-prinsip modifikasi tingkahlaku yang diterapkan.
2. Teori Instruksional Konstruksi Kognitif
Menurut Bruner teori instruksional yang baik adalah pengalaman belajar melalui penemuan (discovery). Serta untuk mengajar sesuatu tidak perlu menunggu sehingga kanak-kanak mancapai tahap perkembangan tertentu. Aspek pentingnya ialah bahan pengajaran harus disediakan dengan baik. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral di mana bahan pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari tahap rendah sehingga ke tahap menengah, disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, makna dan hubungan melalui proses intuitif dan seterusnya menghasilkan suatu kesimpulan (www.geocities.com/pluto_stewart/artikel_ilmiah_1.htm). Teori ini mencakup empat prinsip utama. Pertama, bahwa untuk memungkinkan adanya proses belajar diperlukan motivasi dari pihak mahasiswa. Kedua, perhatikan perlu diberikan kepada pengaturan atau struktur bahan yang akan dipelajari. Ketiga, pengalaman-pengalaman belajar perlu diurutkan dengan baik, dengan memperhatikan jenjang perkembangan mahasiswa. Keempat, ia juga menyatakan perlu adanya pujian atau hukuman.
3. Teori Instruksional Berdasarkan Prinsip-Prinsip Belajar
Beberapa orang berpendapat bahwa prinsip-prinsip teori instruksional dapat di formulasikan dengan lebih baik diterjemahkan dari hasil-hasil penelitian tentang belajar dan dapat diterapkan untuk pendidikan sehari-hari di dalam praktek.
Bugelski seperti dikutip oleh Snelbecker mengidentifikasi beberapa puluh prinsip yang dapat digunakan bagi para pendidik. Informasi tersebut kemudian disingkat menjadi empat prinsip dasar, yaitu :
a) Untuk belajar mahasiswa harus mempunyai pehatian dan responsif terhadap materi yang dipelajari.
b) Semua proses belajar memerlukan waktu.
c) Di dalam diri seseorang yang sedang belajar selalu terdapat suatu alat pengatur internal yang dapat mengontrol motivasinya serta menetukan sampai sejauh mana dan dalam bentuk apa seseorang akan bertindak dalam suatau situasi tertentu.
d) Pengetahuan tentang hasil yang diperoleh di dalam proses belajar merupakan faktor penting yang berfungsi sebagai pengontrol.
4. Teori Instruksional Berdasarkan Analisis Tugas
Dalam teori ini dianjurkan agar dosen mengadakan analisis tugas (task analysis) secara sitematik menganai tugas-tugas yang harus dilakuka mahasiswa di dalam latihan atau situasi pendidikan, yang kemudian disusun secara hirarkis atau parallel tergantung dari urutan tugas-tugas dalam usaha untuk mencapai tujuan.
5. Teori Instruksional Berdasarkan Psikologi Humanistik
Teori instruksional ini didasarkan lebih pada teori kepribadian dan psikoterapi daripada suatu teori belajar. Pada ahli dibidang ini berpendapat bahwa pengalaman emosional dan karekterisk khusus seseorang perlu diperhatikan di dalam penyusunan teori instruksional. Di samping itu perlu diperhatikan pula aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar.

DAFTAR PUSTAKA


Soekamto, Toeti. dkk. 1993. Prinsip Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim MDK IKIP Semarang. 1990. Psikologi Belajar. Semarang: IKIP Semarang Press.

Winatapura, Udin Saripudin. dkk.1997. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

_______. 2007. Artikel Ilmiah. http://geocities.com. Diakses tanggal 1 Oktober 2007.

_______. 2007. Teori dan Strategi Pengajaran. http://Saungwali.wordpress.com. Diakses tanggal 1 Oktober 2007.

1 komentar:

  1. mas wawan makasih atas tulisannya tentang psikolog pendidikan yang berguna banget buat tugas kuliah aku.
    mas mo tanya nich, dalam teori cognitivism tu aku dapat jatah materi "pemprosesan informasi"
    maksudnya itu apa ya mas?

    BalasHapus